Kamis, 27 Agustus 2009

(*Reformasi Pelayanan Publik Melalui Elektronik Government, Sebuah Studi Kasus dari Pajak Elektronik di Jepang) Review Jurnal dari Akemi Takeoka. C)

1.Perkenalan/Pengantar

Elektronik government menunjuk pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah (ANOA, 2006). Website pemerintah nasional digunakan untuk memprakarsai elektronik government dan memprakarsai reformasi (perubahan) pelayanan publik. Bagaimanapun juga dua prakarsa ini dapat digunakan bersamaan dalam beberapa lembaga dengan memungkinkan beberapa koordinasi kebersamaan dalam waktu yang kecil. Kemungkinan lain, disatu sisi prakarsa elektronik government berarti untuk tujuan kebijakan bagi pelaksanaan reformasi pelayanan publik. ”Pembuatan rencana elektronik government” Jepang sebagai contoh (CIO Council, 2003). Ada perkembangan yang menarik dalam debat mengenai apakah elektronik government memiliki dampak perubahan terhadap kinerja pemerintah, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, menjadi isu hangat dalam ECEG, 2007. ”Transformasional” disini digunakan untuk membawa perubahan yang radikal dalam strategi pengarahan yang sangat berbeda dengan perubahan yang bersifat inkrimental dalam operasional rutin dari hari ke hari. Strategi dasar dari organisasi telah diartikan sebagai hal ketiga dari tujuan perubahan (Flamholtz dan Randle, 1998), di dalam perubahan manajemen dan merupakan hal kedua dari perubahan organisasi (Scholl, 2005) dalam elektronik government. Menurut Flamholtz, proses perubahan mensyaratkan perubahan yang menyeluruh dalam arah strategi. Pada dasarnya, perubahan organisasi merupakan konsep dasar dari inti perusahaan. Sama dengan Flamholtz, (Scholl, 2005) mendefinisikan hal kedua dari perubahan organisasi sebagai sebuah perubahan organisasi yang terputus yang melibatkan pergeseran paradigma, gambaran dalam pekerjaan (tugas), Levy dan Merry, (1986). Perubahan organisasi merupakan konsep yang baru (UK HM Government, 2007; Irani et.al, 2007) mungkin sebagai sinyal kondisi darurat dari keterputusan maksud perubahan, adalah perubahan sampai ke akar-akarnya dari administrasi publik untuk bergerak, dari birokrasi dan pemerintah yang tradisional dalam pelayanan publik yang seringkali tidak efisien dan tidak efektif kemudian berkembang menjadi nilai baru (Bannister, 2001), permintaan warga dalam pelayanan publik dan hasil kebijakan melalui dampak perubahan dari elektronik government untuk memenuhi permintaan yang selalu berubah dalam masyarakat global.
Junaedi (2005) mengatakan bahwa pada intinya electronic government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises) dan G2G (Government to Government/interagency relationship). Ada juga yang menambahkan satu lagi bentuk relasi tersebut yaitu G2E (Government to Employees).

2. Dampak Perubahan Dari Elektronik Government

Walaupun konsep reformasi administrasi publik bukanlah hal yang baru dalam praktik keseluruhan dan dalam penelitian-penelitian pemerintah (e.g. Light, 2006), ide baru tentang kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang lebih responsif (tanggap) terhadap publik (Teicher et.al, 2002) dan penggunaan teknologi informasi dalam reformasi pelayanan publik adalah relatif baru dan munculnya kebijakan dalam pemerintahan dan hasil penelitian multi disiplin ilmu.

2.1.Penemuan hasil Penelitian terpadu terhadap dampak perubahan dari elektronik government.
(Pejabat eksekutif kepresidenan United States, 2002) dalam ”strategy elektronik government” AS diucapkan dengan tegas, melawan perubahan dengan sungguh-sungguh. (Pejabat di kabinet 2005: UK HM pemerintah, 2007) perubahan pemerintah dimungkinkan oleh teknologi, masih ada penemuan hasil penelitian dampak perubahan dari elektronik government secara terpadu (Scholl:2005:p.1) menyimpulkan: ”Meskipun satu kelompok peneliti elektronik government menekankan dampak perubahan elektronik government pada dunia usaha pemerintah, di sisi yang lain pernyataan yang tegas ini dipertanyakan ketepatannya.
Salah satu hasil penelitian secara positif, mendukung dampak perubahan dari elektronik government. Pelayanan elektronik government yang mengagumkan seperti IRS’s e Filling yang dibuat dengan prakarsa dari pelayanan pajak online Irlandia memiliki dampak yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan publik (Bird dan Oldman 2000: O’Donnell et.al 2003) dan proses perbaikan kepercayaan publik yang sedang berlangsung (Welch et.al 2004). Dari literatur, berdasarkan hasil reviewnya terhadap dampak perubahan dari elektronik government, Scoll (2005, p.1) menyimpulkan: dalam arti yang pendek, elektronik government, adalah kapasitas keinginan untuk merubah model pemerintah lebih dari dunia usaha secara alami. Pada sisi yang lain, hasil penelitian gagal untuk menemukan bukti dampak perubahan dari elektronik government. West (2004, p. 24) menyimpulkan bahwa bukti dari penelitian ini tetap konsisten dengan cara inkrimental (bertahap) daripada mengubah perubahannya. Berdasarkan survey lokal elektronik government di AS, Nooris dan Moon (2005) juga dilaporkan sangat sedikit dampak perubahan di tingkat pemerintah daerah. Meskipun mereka memiliki kesimpulan negatif, baagaimanapun menurut saran penulis, kondisi masa depan dampak perubahan dari elektronik government mungkin menjadi masuk akal, sebagai contoh disimpulkan oleh West di halaman 24: “Sedikit dari website pemerintah dikembangkan untuk diintegrasikan secara penuh dan pelaksanaan pelayanan secara online atau sebagai langkah demokrasi yang interaktif bagi kantor pemerintah. Untuk merealisasikan perubahan kekuasaan dari internet, pegawai-pegawai kantor tersebut perlu menyandarkan diri pada model-model yang menekankan integrasi, fungsinya dan perbaikan demokrasi. Kesamaannya dengan Nooris dan Moon (2005, p. 64) disimpulkan bahwa: “Pergerakan kearah yang diintegrasikan dan transaksi melalui elektronik government mengalami proses perkembangan yang lebih lambat” dalam perbandingan untuk megetahui perkembangan yang dibuat oleh pemerintah daerah juga jauh tidak ada pengalaman-pengalaman yang tersedia dan informasi yang luas mengenai elektronik government, sungguhpun begitu, hal ini valid berdasarkan penemuan survey global elektronik government tahun 2007. Berdasarkan survey dari 1.687 website pemerintah dari 198 negara yang berbeda, hanya 28% saja dari website pemerintah mengalami kenaikan transaksi, yang tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya (West, 2007).

2.2.Pertanyaan Penelitian
Menurut West (2004), dampak perubahan dari elektronik government menunjukkan bukti bahwa:
Peningkatan utama dalam kinerja pemerintah
Penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pemerintahan untuk meningkatkan daya tanggap pemerintah
Tujuan penelitian ini menunjukkan dampak proses perubahan dari elektronik government, hasil menggali hubungan antara reformasi pelayanan publik melalui elektronik government dan kinerja pemerintah yang terkini. Dalam paper hasil penelitian ini, kami mengangkat dua pertanyaan:
1.Apakah peningkatan perubahan yang utama dalam kinerja pemerintah?
2.Seberapa luas daya tanggap pemerintah dapat diwujudkan melalui elektronik government?

3.Kantor Pajak Nasional dan Reformasi Administrasi Pajak

3.1.Latar belakang
Sebagai bagian dari reformasi struktural dari pemerintah, NTA didirikan pada tahun 1949 sebagai departemen keuangan (perwakilan yang beroperasi) untuk kontrol dan manajemen yang terentralisasi dari administrasi pajak nasional. Garis besar dan kebijakan standar dokumen perencanaan di tahun 2003 menjadi evaluasi kinerja NTA 2004. Menurut dokumen ini, NTA perlu menciptakan ”lingkungan yang menyenangkan=nyaman, bagi pembayar pajak” yang mendukung efisiensi dan efektivitas administrasi pajak. Kinerja NTA bergantung pada proses menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan=nyaman, yang didefinisikan oleh kemampuan organisasi untuk:
Menyediakan bagi pembayar pajak dengan informasi yang akurat dari prosedur administrasi dan UU yang berkaitan dengan pencatatan sendiri pajak penghasilan dan proses pembayaran pajak.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembayar pajak secara cepat, tepat dan konsisten.
Mendapatkan partisipasi dan kerja sama yang besar dari masyarakat dalam kepatuhan pemenuhan pajak mereka.
Struktur organisasi dari NTA terdiri dari kantor pusat, 11 biro pajak daerah dan 497 kantor pajak lokal sebagai permulaan. Akhir tahun ini, strukturnya tetap tidak berubah, kecuali pertambahan yang sedikit dari kantor pajak lokal menjadi 518 (NTA 2007). Meskipun, jumlah pegawai telah dikurangi secara tajam dari tahun anggaran 2004 ke anggaran 2006, yang merupakan hak dari pemerintah pusat.
David Osborne dan Peter Plastrik (2000) dalam Banishing Bureaucracy: The Five Strategies For Reinventing Government, menganjurkan strategi-strategi yang seharusnya digunakan oleh manajer publik, yaitu:
a.Menciptakan sebuah pernyataan tentang misi. Kejelasan misi sebuah organisasi publik menjadi sebuah aset yang paling penting dari sebuah organisasi pemerintah. Suatu pernyataan misi yang benar akan dapat menggerakkan suatu organisasi secara keseluruhan dari atas sampai bawah.
b.Menggunakan cara Chunking dan Hiving. Chunking mempunyai arti memecah organisasi menjadi bagian atau kelompok kecil-kecil, sedang hiving berarti menyatukan beberapa tim atau unit organisasi kecil menjadi satu.
c.Mengorganisasikan pelayanan berdasarkan misi ketimbang kekuasaan. Dengan demikian, strategi yang harus dilakukan oleh manajer publik dalam memberikan pelayanannya tidak terlalu kaku dalam mempertahankan wilayah tugasnya, tetapi lebih mengacu pada misi organisasinya. Pada saat yang sama, pengguna jasa pelayanan publik tidak menerima pelayanan yang sepotong-potong.
d.Menciptakan suatu budaya dalam misi. Untuk menanamkan sebuah misi organisasi kepada para anggotanya, maka manajer perlu membangun suatu kultur yang mengacu pada misi organisasinya. Dengan demikian, mereka dapat mengartikulasikannya ke dalam nilai dan model perilaku yang mereka inginkan.
e.Mengizinkan membuat kesalahan/kegagalan. Strategi ini memberikan kemungkinan pada setiap anggota organisasi untuk berbuat kesalahan atau mengalami kegagalan, namun tidak mengijinkan selalu berbuat salah. Dengan kata lain, kesalahan yang diperbuat atau kegagalan yang dialami oleh karyawan dianggap wajar jika terjadi sekali, untuk kemudian dipelajari dan diperbaiki.

3.2. Sejarah dari reformasi pelayanan pajak
Pada permulaan lahirnya, NTA dimaksudkan untuk memperkenalkan reformasi administrasi pajak yang radikal untuk mengontrol tingkat laju inflasi yang cepat setelah perang Jepang memakai sistem penilaian sendiri dari Amerika, namun demikian kekacauan tak terduga diciptakan diantara perusahaan tingkat kecil dan tingkat menengah, yang mana mereka tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam pajak dan pembukuan. Sebagai konsekuensinya, sekitar 70% para pembayar pajak dipersoalkan untuk dilakukan koreksi apakah tercatat sebagai pajak penghasilan atau tidak tercatat sebagai pajak penghasilan (Usui, 2002). Respon yang tidak efisien dan birokratis dalam penanganan kekacauan publik dan masalah administrasi berkembang lebih jauh, berkontribusi pada pembayar pajak kehilangan kepercayaan dari kantor administrasi pajak.
Mardiasmo (2006:7) mengatakan terdapat tiga sistem pemungutan pajak:
a.Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; 2) Wajib pajak bersifat pasif dan; 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan; 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak). Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Ada beberapa kritik dari sistem self assesment, seperti yang diungkapkan oleh Mc Donald (dalam Dan Zig:1984) yang kurang percaya apabila pembayaran pajak (secara politis dan kultural) sepenuhnya diserahkan pada kemauan dan kesadaran masyarakat akan dapat berjalan seperti kemauan (kalimat demi kalimat) ketentuan perpajakan. Bahkan Kwik Kian Gie (Pemberantasan Korupsi, 2003) menyatakan bahwa dalam sistem self assesment ”tidak ada” wajib pajak yang membayar pajak sepenuhnya sebagaimana semestinya. Pendapat ini nampaknya mendapat dukungan dari studi analisis putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) oleh Badan Analisa Fiskal (Sinopsis Hasil Penelitian 1999-2003) yang menyatakan bahwa dari 1055 perkara, ternyata 495 wajib pajak melaporkan kewajiban pajaknya secara ”tidak benar”.

3.3.Bertambahnya beban kerja administrasi pajak
Dalam tahun anggaran 2007, 53,5 trilyun yen pendapatan pajak nasional dikumpulkan oleh NTA, yang mana 64,5% mewakili dari 82,9 trilyun pendapatan nasional Jepang (NTA, 2007). Perbedaan yang kontras ini dilihat dari pendapatan pajak nasional Jepang tahun anggaran 2002 (NTA, 2002) sebesar 43,8 trilyun yen. Dengan meningkatknya pengumpulan pajak nasional, angka pendapatan dari pajak penghasilan meningkat dari individu dan pengusaha. Angka total pajak penghasilan berlanjut meningkat dari 11 juta di tahun 1978, hampir 18 juta permulaan tahun 1990; 20,4 juta di tahun 2000 dan 24,49 juta di tahun 2007 (Usui, 2002, Okada, 2002, NTA, 2007). Penambahan beban kerja administrasi pajak adalah suatu masalah dan lebih buruk lagi dengan penataan ulang di NTA yang didiskusikan di awal bagian 3.1.
Masalah bertambahnya beban kerja dari administrasi pajak adalah bagian yang serius di kantor pajak pinggir kota yang berdekatan dengan kota-kota besar. Dengan bertambahnya jumlah pembayar pajak yang berkunjung ke kantor pajak daerah untuk berkonsultasi, besarnya frekuensi para pembayar pajak ini harus menunggu beberapa jam untuk menerima pelayanan. Dengan bertambahnya jumlah dari pajak penghasilan diparuh pertama tahun 1990, ada perhatian yang sungguh-sungguh diantara para pejabat publik senior mengenai banyaknya komplain dari pembayar pajak mengenai kemacetan ini.
Baru-baru ini, perhatian yang besar dalam pengembangan elektronik government: pembayaran pajak penghasilan sendiri secara online yang diintegrasikan, dan pembayaran melalui saluran internet. Sebab itu “eletronik tax” diluncurkan pada tahun 2004 secara luas.
Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990:41) dalam Dwiyanto (2008:140) mengungkapkan kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, SDM pemberi pelayanan, strategi dan pelanggan (customers) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik memiliki dan menerapkan prosedur pelayanan yang jelas dan pasti serta mekanisme kontrol di dalam dirinya (built in control) sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi secara mudah dapat diketahui. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM), dibutuhkan petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem pelayanan yang baik.
Selain itu, sistem pelayanan juga harus sesuai dengan kebutuhan pelanggan atau pengguna. Organisasi harus mampu merespon kebutuhan dan keinginan pengguna dengan menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan. Karena itu petugas pelayanan perlu mengenali pengguna dengan baik sebelum dia memberikan pelayanan.

4.Elektronik Tax
Transaksi website NTA’s melalui “elektronik tax” adalah contoh utama usaha pemerintah Jepang dalam mereformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Software ini dikembangkan lewat jasa out sourcing dengan biaya pemerintah sebesar 50 milliar yen (NTA, 2007). “Elektronik tax” dimaksudkan untuk meningkatkan secara tajam efisiensi administrasi pajak baik dari manajemen pencatatan pajak di belakang dan konsultasi pajak di depan dan untuk mengurangi secara signifikan biaya kepatuhan pajak masyarakat: dua keuntungan (baik internal maupun eksternal). Internal bagi konsultan pajak di bagian depan dan administrasi pajak bagi NTA, dan eksternal stakeholders (para pembayar pajak). Jiro Makino, komisaris dari NTA, sekarang ini dengan elektronik government dimungkinkan reformasi pajak di tahun 2007 dilaporkan kepada pembayar pajak (NTA, 2007, p. 29): “Untuk meningkatkan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat dan mengatur operasi administrasi dengan lebih simpel, efisien dan transparan dengan penggunaan IT, dalam pelayanan kepada masyarakat dan pembaharuan operasi administrasi dan sistem, dikembangkan perencanaan mengenai elektronik government yang mulai ditentukan di bulan Juli 2003. Sejak itu pemerintah Jepang bekerja dengan mendasarkan IT untuk reformasi pelayanan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan dan kenyamanan yang lebih, dalam pelayanan publik.

4.1.Website transaksi NTA’s
Pemerintah mengoperasikan keseluruhan pemerintahan melalui portal www.e-gov.go.jp sebagai hal utama, untuk memberi kenyamanan, merupakan salah satu pintu masuk informasi online ke pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh UN (PBB) tahun 2008 dari elektronik negara global, Jepang menduduki ranking 11 di dalam kesiapan “menggunakan elektronik” dari total 192 negara anggota (United Nations, 2008). Ranking global yang baru saja ini merupakan tanda kemajuan yang dapat dilihat dari penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan Jepang dengan menggunakan elektronik government dalam memberikan pelayanan dari beberapa kantor dan departemen.

4.2.Bagan alir kerja pembayaran dan pajak penghasilan secara online
Data pajak nasional berisi data yang bersifat personal dan informasi tentang keuangan. Beberapa penembusan/penerobosan pengamanan akan mempunyai dampak negatif terhadap kredibilitas dari administrasi pajak dan hak privat informasi publik. Sehingga NTA meminta kepada wajib pajak untuk mengikuti pengamanan standard NTA, termasuk memperoleh keamanan sistem keaslian dari wajib pajak (biayanya sekitar 3.000 yen) dan tanda tangan digital.
Faktanya meskipun pemerintah pusat mendorong penggabungan dan pemakaian “e-tax”, hanya 15 dari 144 (pembuat kebijakan) menggunakan “e-tax” dalam pembayaran pajak penghasilan (The Japan Times, 2007). Gambar 5 menunjukkan cara/bagan kerja pajak penghasilan secara online diantara pengguna “e-tax”, pegawai NTA dan lembaga keuangan di atas internet.
Gambar 4: bagan kerja “e-tax” yang diadopsi dari NTA (2005)
Data ditransfer melalui ”e-tax” diproses dengan tanda tangan digital dan dikelola dengan sistem informasi manajemen yang komprehensif oleh NTA (dikenal dengan KSK sistem). Sistem proses pencatatan pajak secara internal ini dikenalkan di beberapa kantor pajak lokal di tahun 1995, lambat laun sistem pencatatan perusahaan diintegrasikan secara horizontal dan vertikal dan dioperasikan penuh diseluruh wilayah negara secara luas pada tahun 2001. Sistem KSK ini tersambung/memiliki jaringan ke seluruh biro-biro pajak daerah, kantor pajak daerah Okinawa dan kantor pusat NTA. Dimungkinkan memberi kuasa pada konsultan pajak dibagian depan, memberi pandangan-pandangan kepada wajib pajak tentang pajak penghasilan dan catatan pembayaran pajak secara online pada waktu sesi konsultasi pajak sebagaimana maksud dari audit/pemeriksaan pajak.
Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik (Indrajit:2004:15) mengatakan ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen sukses tersebut adalah: Support, Capacity dan Value. Support, merupakan elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah yaitu keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-government, bukan hanya sekedar mengikuti trend atau justru menentang inisisatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip e-government. Tanpa adanya unsur “political will” ini, mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja berdasarkan model manajemen “top down”, maka jelas dukungan implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari parapimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi (Presiden dan para pembantunya-Menteri).
Capacity adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan “impian” e-government menjadi kenyataan. Ada tiga hal minimum yang paling tidak dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen ini: 1) Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya finansial; 2) Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena fasilitas ini merupakan 50% kunci keberhasilan penerapan konsep e-government dan; 3) Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-government dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan. Perlu diperhatikan disini bahwa ketiadaan satu atau lebih elemen prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintahan tertentu dalam usahanya untuk menerapkan e-government, terlebih-lebih karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusial yang berada diluar jangkauan (wilayah kontrol) pemerintah.
Value, elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka pemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi e-government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benar-benar memberikan value (manfaat) yang secara signifikan dirasakan oleh masyarakatnya.

5.Dampak perubahan dari ”e-tax”

5.1.Peningkatan utama dari kinerja NTA
Sebagaimana didiskusikan di awal pada paper ini, kinerja NTA’s bergantung pada kemampuan untuk menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan. NTA mencoba mencapai sukses dengan meluncurkan “e-tax”, dimaksudkan NTA agar proses administrasi pajak yang masih ada menjadi lebih simpel dan membuat kenyamanan dalam mematuhi UU pajak nasional. Keberhasilan pelaksanaan dari “e-tax” ini membuat dua keuntungan utama: 1) Mengurangi biaya administrasi pajak dan; 2) Mengurangi pemenuhan biaya dari wajib pajak. Pertama, diluncurkannya program “e-tax” dimungkinkan para wajib pajak untuk menyerahkan pajak penghasilan dan pembayaran pajak melalui internet, seperti data digital yang selanjutnya ditransfer, dikelola dan diproses oleh sistem menajemen pengetahuan KSK. Penggabungan teknologi antara sistem “e-tax” yang berdasarkan web dan sistem informasi internal yang terpusat dimungkinkan untuk membangun jaringan kantor-kantor pajak NTA, konsultan pajak di bagian depan dan bagi wajib pajak untuk memberikan informasi melalui pencatatan digital, daripada pajak yang menggunakan kertas dan formulir-formulir pajak lainnya. Sebagai konsekuensinya, NTA harus dapat melakukannya lebih efisien dengan mengurangi waktu. Penting untuk dilakukan bahwa langkah-langkah dikembangkan untuk kinerja NTA direalisasikan dalam menjawab tantangan lingkungan operasional. Dengan ditambah beban kerjanya, dilanjutkan oleh NTA dengan penataan ulang para pegawai secara radikal. Beban kerja NTA ditambah tahun ini. Total jumlah pajak penghasilan di tahun 1975, menjadi 23,5 juta di tahun 2007. Di sisi yang lain, total jumlah pegawai kantor pajak di tata ulang dari 44.171 di tahun 2004 menjadi 43.870 di tahun 2007. Kedua, operasional yang efisien oleh NTA menguntungkan bagi wajib pajak: responnya diterima lebih cepat oleh mereka, untuk menjawab mengenai pertanyaan mengenai pajak mereka dan pelayanan konsultasi pajak yang lebih konsisten melalui semua kantor pajak lokal didistribusikan seluruhnya di Jepang. Pemilihan saluran “e-tax” dimungkinkan untuk mengurangi masalah kemacetan di kantor pajak lokal dan menunjukkan perhatian NTA pusat tentang ketidaknyamanan wajib pajak dengan pelayanan yang diberikan oleh NTA.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mereformasi pelayanan adalah melalui pendekatan NPS (New Public Servis). NPS mencoba menemukan kembali makna kepada siapa sesungguhnya pelayanan itu diberikan. Nilai yang paling utama dalam NPS adalah orientasinya terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara untuk memperoleh setiap jenis pelayanan dengan baik. Pemerintah daerah harus memiliki pemahaman tentang berbagai paradigma penyelenggaraan pemerintah moderen dan menjadikannya sebagai landasan berpijak untuk melakukan reformasi birokrasi di semua tingkatan.
Berikut ini diuraikan secara singkat prinsip-prinsip NPS yang dikembangkan oleh Denhardt dan Denhardt (2007):
1.Melayani daripada mengawasi (serve, rather than steer). Peran pelayanan yang semakin penting adalah untuk membantu warga Negara dalam mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan bersama mereka, daripada mengawasi atau mengendalikan masyarakat menurut berbagai aturan baru.
2.Kepentingan publik merupakan tujuan, bukan efek samping (seek the public interest). Administrator publik harus memberikan kontribusi untuk membangun sebuah gagasan bersama mengenai kepentingan publik. Tujuan tersebut tidak untuk menemukan berbagai solusi secara cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu, melainkan melalui penciptaan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
3.Berpikir secara strategis, bertindak secara demokratis (think strategically, act democratically). Berbagai kebijakan dan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik dapat dicapai secara bertanggungjawab dan paling efektif melalui usaha-usaha kolektif dan proses kolaboratif.
4.Melayani warga Negara, bukan pelanggan (service citizen, not costomer). Kepentingan publik berasal dari sebuah dialog mengenai nilai-nilai bersama daripada kumpulan berbagai kepentingan individu. Oleh karena itu, pelayanan publik itu tidak semata-mata merespon berbagai tuntutan pelanggan, tetapi fokus pada hubungan-hubungan yang dapat membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antar warga negara.
5.Akuntabilitas tidaklah sederhana (recognize that accountability is not simple). Para pelayan publik hendaklah lebih memberikan perhatian khusus tidak hanya pada permintaan pasar. Mereka seharusnya juga patuh pada konstitusi dan bentuk perundang-undangan lainnya, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar profesi dan kepentingan warga Negara.
6.Menghargai orang, bukan sekedar produktivitas (value people, not just productivity). Berbagai organisasi publik dan jaringan partisipasinya akan lebih berhasil dalam jangka panjang jika mereka bekerja melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama atas dasar penghormatan pada semua orang.
7.Menghargai warga Negara dan pelayanan publik lebih dari orientasi bisnis (value citizenship over entrepreneurship). Kepentingan publik sebaiknya diperjuangkan oleh pelayan publik dan warga negara dengan komitmen memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat daripada oleh manajer yang berorientasi bisnis yang bertindak seakan-akan menguasai uang masyarakat.

Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service yaitu pelayanan publik yang responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas. Dengan demikian karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
Di samping itu pelayanan publik model baru harus bersifat non diskriminatif sebagaimana dimaksud oleh dasar teoritis yang digunakan, yaitu teori demokrasi yang menjamin adanya persamaan warga tanpa membeda-bedakan asal-usul, suku, ras, etnik, agama dan latar belakang kepartaian. Ini berarti setiap warga negara diperlakukan secara sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima layanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar dari sifat-sifat nepotisme dan primordialisme.

5.2.“e-tax” adalah daya tanggap pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
Manajer senior menganggap, persoalan yang sulit untuk mencapai sukses dalam meningkatkan kinerja yang utama; pertambahan efisiensi dalam administrasi pajak dan perubahan paradigma dalam pelayanan pajak yang baru kepada warga negara, tanpa disertai penurunan dari kenaikan transaksi melalui “e-tax” merugikan sekali terutama di lingkungan operasional mereka. Di samping persepsi yang menimbulkan kesan yang menyenangkan dari manajer senior di NTA, internal stakeholder yang memprakarsai digunakannya “e-tax” mengatakan tidak ada bukti positif atau negatif yang lain bagi kami untuk menyimpulkan bahwa “e-tax” bertanggungjawab atau tidak untuk peningkatan yang utama dalam kinerja NTA?
Di tahun 2006, lebih kurang dua tahun sejak diluncurkannya “e-tax”, penambahan jumlah pajak penghasilan yang dicatat melalui “e-tax” adalah 1.057.153. Di tahun 2007, sejak tiga tahun sejak diluncurkan, angka pajak penghasilan bertambah menjadi 1,6 juta lebih. Ini merupakan langkah awal dari perbandingan yang baik dari penyebaran yang cepat melawan pemangkasan hal-hal yang kurang baik yang dilaporkan dari kenaikan sistem “e-tax” dalam e-government suatu negara seperti di Inggris (Kablenet, 2007). Meskipun begitu perlu untuk mendukung pemangkasan prosedur dari “e-tax” agar lebih efektif diberikan angka dari akses website NTA yang telah mengalami pertambahan terus-menerus, pertambahan hampir 11 juta mengunjung selama periode pajak dan melebihi angka jumlah pajak penghasilan yang dibukukan.

6.Diskusi dan Kesimpulan

6.1.E-government (teknologi yang mengagumkan)
Dalam studi kasus ini, kami menjelaskan pengalaman yang diintegrasikan (digabungkan) sistem ”e-tax” yang didesain sebagai perangkat lunak untuk proses perubahan kantor pajak nasional yang tradisional menjadi lingkungan operasional yang menarik dalam penyediaan pelayanan administrasi pajak bagi warga negara. Penggabungan sistem pengalamam sistem e-government memungkinkan proses perubahan dari NTA sebagai jaringan hubungan sharing (pertukaran) informasi organisasi semua konsultan pajak di bagian depan dan staf di bagian belakang.

6.2.Memberi kepercayaan kita mengenai kekuatan lebih dari e-government
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang mengukur pengaruh perubahan dari e-government pada kinerja dan reformasi pelayanan publik. Dalam penelitian ini, kita tidak diberi tahu pengaruh perubahan e-government pada para pembayar pajak. Sebagai contoh, kepuasan publik terhadap ”e-tax” tidak secara jelas diteliti, walaupun peningkatan ”e-tax” dari tahun 2004-2007 dapat dianggap sebagai bukti apresiasi publik terhadap layanan publik NTA yang merupakan bentuk e-government. Penelitian dimasa mendatang diperlukan untukmengatasi keterbatasan dalam penelitian ini melalui survey pada para pengguna ”e-tax” maupun pada non pengguna.

Daftar Pustaka

Ali Rokhman. “Kesiapan Pegawai Dalam Menghadapi Modernisasi: (Studi Tentang Efektivitas Pelatihan Pegawai Dirjen Pajak)”, Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN, Vol. 1. No.2, November, 2007.

Denhardt and Denhardt. 2007. The New Public Service, Serving, Not Steering, M.E. Sharpe, New York.

Dwiyanto, Agus. 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dwiyanto, Agus. 2006, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dr. Gunadi. “Reformasi Administrasi Perpajakan Dalam Rangka Kontribusi Menuju Good Governance”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi No. 1/Vol. XII, Januari, 2004.

Indrajit, Richardus Eko. 2004. Electronic Government, Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, Andi Offset, Yogyakarta.

Indrajit, Richardus Eko, dkk. 2005. e-Government In Action Ragam Kasus Implementasi Sukses Di Berbagai Belahan Dunia, Andi Offset, Yogyakarta.

Junaidi. 2005. “E-Government Dalam Bingkai Reformasi Administrasi Publik Menuju Good Governance” JKAP Vol. 9 Hal. 55-67 MAP UGM, Yogyakarta.

Kaiman Turnip. 2003. “Birokrasi Masa Depan Dengan Penggunaan Information Technology (Global Network)”, JKAP Vol. 7 No. 1, MAP UGM, Yogyakarta.

Mardiasmo. 2006. Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Andi Offset, Yogyakarta.

Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Banishing Bereaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government (alih bahasa Abdul Rosyid, Ramelan), Teruna Grafica, Jakarta.

Safri Nurmantu. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Perpajakan”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, No. 1/Vol. XV, Januari, 2007.

Subarsono. 2004. “Reposisi Lembaga Perpajakan”, JKAP Vol. 8, No. 2, MAP UGM, Yogyakarta.

Public Servis Reform Through E-Government: a Case Study of “e-Tax” in Japan * Review Jurnal dari Akemi Takeoka Chatfield University of Wolongong,

Ringkasan:

Ada perkembangan yang menarik dalam debat, mengenai adanya transformasi (perubahan) tentang elektronik government, dampaknya terhadap kinerja pemerintah, tata kelola pemerintah dan pelayanan publik merupakan isu hangat sejak 2007. Bagaimanapun penelitian mengenai elektronik government terhadap proses perubahan memiliki dampak yang kompleks. Mungkin ini menjadi refleksi langkah awal dari pengembangan elektronik government atau ketidakbaruan dalam penelitian elektronik government. Tujuan beasiswa penelitian kami, tentang elektronik government, harus mengetahui dengan pasti arti dan pelajaran yang tidak pas. Paper ini adalah salah satu usaha menuju kearah tujuan ini. Tujuan obyektif dari paper ini adalah untuk menjelaskan hubungan/kaitan antara kinerja pemerintah terkini dengan reformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Kami mencapai tujuan obyektif melalui berbagai pendekatan metode termasuk studi kasus dari kantor pajak nasional Jepang (NTA)’s yang memprakarsai diintegrasikannya sistem jaringan pajak elektronik dengan kantor pajak lokal di Jepang seluruhnya. Melalui elektronik tax, warga negara dapat melakukan pembayaran pajak penghasilan secara online, baik bagi individu-individu maupun perusahaan-perusahaan besar. Sebuah kasus pendahuluan untuk mengembangkan analisis dalam mendukung dampak perubahan dari elektronik tax terhadap kinerja NTA. Paper ini membuat kontribusi yang penting untuk pengembangan literatur penelitian tentang elektronik government dan dampak perubahan dalam proses pelayanan.

Kata kunci: dampak perubahan dari elektronik government, reformasi pelayanan publik, kewajiban membayar pajak secara elektronik, studi kasus, kantor pajak nasional Jepang.

1.Perkenalan/Pengantar
Elektronik government menunjuk pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah (ANOA, 2006). Website pemerintah nasional digunakan untuk memprakarsai elektronik government dan memprakarsai reformasi (perubahan) pelayanan publik. Bagaimanapun juga dua prakarsa ini dapat digunakan bersamaan dalam beberapa lembaga dengan memungkinkan beberapa koordinasi kebersamaan dalam waktu yang kecil. Kemungkinan lain, disatu sisi prakarsa elektronik government berarti untuk tujuan kebijakan bagi pelaksanaan reformasi pelayanan publik. ”Pembuatan rencana elektronik government” Jepang sebagai contoh (CIO Council, 2003). Ada perkembangan yang menarik dalam debat mengenai apakah elektronik government memiliki dampak perubahan terhadap kinerja pemerintah, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, menjadi isu hangat dalam ECEG, 2007. ”Transformasional” disini digunakan untuk membawa perubahan yang radikal dalam strategi pengarahan yang sangat berbeda dengan perubahan yang bersifat inkrimental dalam operasional rutin dari hari ke hari. Strategi dasar dari organisasi telah diartikan sebagai hal ketiga dari tujuan perubahan (Flamholtz dan Randle, 1998), di dalam perubahan manajemen dan merupakan hal kedua dari perubahan organisasi (Scholl, 2005) dalam elektronik government. Menurut Flamholtz, proses perubahan mensyaratkan perubahan yang menyeluruh dalam arah strategi. Pada dasarnya, perubahan organisasi merupakan konsep dasar dari inti perusahaan. Sama dengan Flamholtz, (Scholl, 2005) mendefinisikan hal kedua dari perubahan organisasi sebagai sebuah perubahan organisasi yang terputus yang melibatkan pergeseran paradigma, gambaran dalam pekerjaan (tugas), Levy dan Merry, (1986). Perubahan organisasi merupakan konsep yang baru (UK HM Government, 2007; Irani et.al, 2007) mungkin sebagai sinyal kondisi darurat dari keterputusan maksud perubahan, adalah perubahan sampai ke akar-akarnya dari administrasi publik untuk bergerak, dari birokrasi dan pemerintah yang tradisional dalam pelayanan publik yang seringkali tidak efisien dan tidak efektif kemudian berkembang menjadi nilai baru (Bannister, 2001), permintaan warga dalam pelayanan publik dan hasil kebijakan melalui dampak perubahan dari elektronik government untuk memenuhi permintaan yang selalu berubah dalam masyarakat global.
Walaupun agaknya perubahan organisasi dan perubahan yang sampai mendasar (sampai ke akar-akarnya), berharap kembali pada kelompok-kelompok tingkat atas (Flamholtz dan Randle, 1998). Proses mencapai sukses perubahan organisasi dari birokrasi melalui elektronik gevernment beresiko besar dan kompleks karena banyak kepentingan dari stakeholder dan diperlukan komitmen dari para pembuat kebijakan, manajemen dan pegawai pemerintah. Di dalam kasus reformasi administrasi pajak melalui elektronik government, tingkat resiko dan kompleksitasnya lebih berkembang dikarenakan oleh kepentingan eksternal stakeholder dalam pemerintah dan memastikan dengan sengaja proses adopsi (pemakaian) saluran internet dan penggunaan yang efektif seperangkat software yang baru sebelum administrasi publik dapat mencapai dampak yang potensial perubahan dari elektronik government dan menyadari keinginan untuk mengeluarkan kebijakan. Oleh karena proses realisasi reformasi pelayanan publik melalui elektronik government memberikan kompleksitas dan resiko yang tinggi, tidak ada penemuan yang mengejutkan bahwa hasil penelitian elektronik government terhadap dampak dari proses perubahan secara terpadu (Scholl, 2005). Mungkin ini menjadi refleksi langkah awal dari pengembangan elektronik government atau ketidakbaruan dalam penelitian tentang elektronik government. Tujuan beasiswa penelitian kami, tentang elektronik government, untuk mengetahui dengan pasti arti dan pelajaran yang tidak pas. Paper ini adalah salah satu usaha menuju kearah tujuan ini. Tujuan obyektif dari paper ini adalah untuk menjelaskan hubungan/kaitan antara kinerja pemerintah terkini dengan reformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Strategi riset penelitian kami, untuk mencapai strategi yang sukses secara obyektif studi kasus di Japan’s National Tax Agency (NTA)=kantor pajak nasional Jepang dan prakarsa inti dari elektronik government. ”Elektronik tax”=pajak elektronik yaitu sebuah cara untuk melakukan pembayaran pajak penghasilan secara online baik bagi individu-individu maupun perusahaan-perusahaan besar. Seperti negara-negara lain, sistem pembayaran pajak penghasilan secara online, elektronik tax di Jepang menambahkan pilihan pelayanan untuk diri sendiri melalui saluran internet. Pilihan saluran internet ini tersedia untuk warga negara dan pengusaha-pengusaha, bukan sebagai pengganti, tetapi sebagai pelengkap cara yang ada untuk memenuhi kepatuhan UU pajak. Dengan memberikan saluran pilihan ini oleh NTA, diharapkan mampu merubah birokrasi administrasi pajak publik yang lebih moderen, pelayanan kepada warga negara yang lebih terorganisir, mendapatkan kembali kepercayaan dari warga/masyarakat dan hasil kebijakan yang lebih baik, kepatuhan terhadap UU pajak lebih baik dalam globalisasi negara industri dari bertambahnya populasi (NTA, 2007). Semenjak pemakaian elektronik tax dengan sengaja dan juga permintaan untuk sedapat mungkin menekan biaya (mendapatkan tanda tangan digital dan pembuktian keaslian bagi pembayar pajak dan proses belajar perangkat lunak yang baru, pemakaian elektronik tax oleh warga negara dapat dipandang sebagai bukti bahwa warga merasa bahwa saluran elektronik tax memiliki keunggulan, lebih respek dengan aturan-aturan oleh NTA, dari yang tradisional (arsip pajak yang menggunakan kertas, berhadapan muka dengan muka dan konsultasi lewat telepon) dalam pelayanan pajak. Analisis studi awal memberikan bukti di dalam mendukung dampak proses perubahan dari elektronik tax dalam pelayanan publik dan kinerja NTA. Paper ini membuat kontribusi yang penting dalam pengembangan literatur penelitian tentang elektronik government terhadap perubahan dalam proses pelayanan.
Paper ini dipublikasikan mengikuti bagian-bagian sebagai berikut: bagian 2, memberikan review literatur hasil penelitian dampak perubahan dari elektronik government. Bagian 3 mendeskripasikan/menjelaskan latar belakang studi kasus NTA dan reformasi administrasi pajak. Bagian 4, mendiskusikan reformasi pelayanan pajak di kantor pajak melalui elektronik tax. Bagian 5 , mendiskusikan dampak perubahan dari elektronik tax terhadap kinerja lembaga dan pelayanan publik yang diberikan. Bagian 6, memberikan kesimpulan dampak perubahan dari elektronik government dan penelitian untuk pengembangan di masa depan.

2.Dampak Perubahan Dari Elektronik Government
Walaupun konsep reformasi administrasi publik bukanlah hal yang baru dalam praktik keseluruhan dan dalam penelitian-penelitian pemerintah (e.g. Light, 2006), ide baru tentang kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang lebih responsif (tanggap) terhadap publik (Teicher et.al, 2002) dan penggunaan teknologi informasi dalam reformasi pelayanan publik adalah relatif baru dan munculnya kebijakan dalam pemerintahan dan hasil penelitian multi disiplin ilmu.

2.1.Penemuan hasil Penelitian terpadu terhadap dampak perubahan dari elektronik government.
(Pejabat eksekutif kepresidenan United States, 2002) dalam ”strategy elektronik government” AS diucapkan dengan tegas, melawan perubahan dengan sungguh-sungguh. (Pejabat di kabinet 2005: UK HM pemerintah, 2007) perubahan pemerintah dimungkinkan oleh teknologi, masih ada penemuan hasil penelitian dampak perubahan dari elektronik government secara terpadu (Scholl:2005:p.1) menyimpulkan: ”Meskipun satu kelompok peneliti elektronik government menekankan dampak perubahan elektronik government pada dunia usaha pemerintah, di sisi yang lain pernyataan yang tegas ini dipertanyakan ketepatannya.
Salah satu hasil penelitian secara positif, mendukung dampak perubahan dari elektronik government. Pelayanan elektronik government yang mengagumkan seperti IRS’s e Filling yang dibuat dengan prakarsa dari pelayanan pajak online Irlandia memiliki dampak yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan publik (Bird dan Oldman 2000: O’Donnell et.al 2003) dan proses perbaikan kepercayaan publik yang sedang berlangsung (Welch et.al 2004). Dari literatur, berdasarkan hasil reviewnya terhadap dampak perubahan dari elektronik government, Scoll (2005, p.1) menyimpulkan: dalam arti yang pendek, elektronik government, adalah kapasitas keinginan untuk merubah model pemerintah lebih dari dunia usaha secara alami. Pada sisi yang lain, hasil penelitian gagal untuk menemukan bukti dampak perubahan dari elektronik government. West (2004, p. 24) menyimpulkan bahwa bukti dari penelitian ini tetap konsisten dengan cara inkrimental (bertahap) daripada mengubah perubahannya. Berdasarkan survey lokal elektronik government di AS, Nooris dan Moon (2005) juga dilaporkan sangat sedikit dampak perubahan di tingkat pemerintah daerah. Meskipun mereka memiliki kesimpulan negatif, baagaimanapun menurut saran penulis, kondisi masa depan dampak perubahan dari elektronik government mungkin menjadi masuk akal, sebagai contoh disimpulkan oleh West di halaman 24: “Sedikit dari website pemerintah dikembangkan untuk diintegrasikan secara penuh dan pelaksanaan pelayanan secara online atau sebagai langkah demokrasi yang interaktif bagi kantor pemerintah. Untuk merealisasikan perubahan kekuasaan dari internet, pegawai-pegawai kantor tersebut perlu menyandarkan diri pada model-model yang menekankan integrasi, fungsinya dan perbaikan demokrasi. Kesamaannya dengan Nooris dan Moon (2005, p. 64) disimpulkan bahwa: “Pergerakan kearah yang diintegrasikan dan transaksi melalui elektronik government mengalami proses perkembangan yang lebih lambat” dalam perbandingan untuk megetahui perkembangan yang dibuat oleh pemerintah daerah juga jauh tidak ada pengalaman-pengalaman yang tersedia dan informasi yang luas mengenai elektronik government, sungguhpun begitu, hal ini valid berdasarkan penemuan survey global elektronik government tahun 2007. Berdasarkan survey dari 1.687 website pemerintah dari 198 negara yang berbeda, hanya 28% saja dari website pemerintah mengalami kenaikan transaksi, yang tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya (West, 2007).
Salah satu alasan yang masuk akal bagi penemuan yang dilakukan secara terpadu adalah kuranganya pengembangan elektronik government untuk cara yang berbeda dan baru untuk meningkatkan pelayanan kepada publik, yang membuat sesuatu yang berbeda kepada publik dan karenanya meningkatkan nilai dari investasi elektronik government. Masukan penting ini diperlukan untuk penelitian tentang elektronik government dalam menggali dampak perubahan dari pengalaman memprakarsai pengembangan elektronik government yang menawarkan kemampuan seperti transaksi, transparansi dan interaktif.

2.2.Pertanyaan Penelitian
Menurut West (2004), dampak perubahan dari elektronik government menunjukkan bukti bahwa:
Peningkatan utama dalam kinerja pemerintah
Penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pemerintahan untuk meningkatkan daya tanggap pemerintah
Tujuan penelitian ini menunjukkan dampak proses perubahan dari elektronik government, hasil menggali hubungan antara reformasi pelayanan publik melalui elektronik government dan kinerja pemerintah yang terkini. Dalam paper hasil penelitian ini, kami mengangkat dua pertanyaan:
1.Apakah peningkatan perubahan yang utama dalam kinerja pemerintah?
2.Seberapa luas daya tanggap pemerintah dapat diwujudkan melalui elektronik government?
Untuk menunjukkan pertanyaan-pertanyaan ini, kami memakai pendekatan multi metode, yang mana perlu pemahaman kompleks dari proses politik dan sosial (Scholl, 2005). Sebuah studi kasus reformasi pelayanan dari kantor nasional administrasi pajak Jepang melalui elektronik government, analisis website dan analisis isi dari pernyataan kebijakan pemerintah dan pertemuan pemerintah pusat Jepang (setiap menit) yang dikumpulkan melalui elektronik government Jepang pada portal: ”www.e-gov.go.jp”.

3.Kantor Pajak Nasional dan Reformasi Administrasi Pajak
Pemerintah pusat mendorong berkembangnya elektronik government dengan memprakarsai beberapa elektronik government yang sedang diluncurkan oleh departemen dan kantor perwakilan pemerintah Jepang. Bagian ini mendeskripsikan kantor pajak nasional Jepang (NTA) dan sejarah reformasi pelayanan pajak. Kemudian pada bagian 4 mendiskusikan NTA’s elektronik government memprakarsai ”elektronik tax”.

3.1.Latar belakang
Sebagai bagian dari reformasi struktural dari pemerintah, NTA didirikan pada tahun 1949 sebagai departemen keuangan (perwakilan yang beroperasi) untuk kontrol dan manajemen yang terentralisasi dari administrasi pajak nasional. Garis besar dan kebijakan standar dokumen perencanaan di tahun 2003 menjadi evaluasi kinerja NTA 2004. Menurut dokumen ini, NTA perlu menciptakan ”lingkungan yang menyenangkan=nyaman, bagi pembayar pajak” yang mendukung efisiensi dan efektivitas administrasi pajak. Kinerja NTA bergantung pada proses menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan=nyaman, yang didefinisikan oleh kemampuan organisasi untuk:
Menyediakan bagi pembayar pajak dengan informasi yang akurat dari prosedur administrasi dan UU yang berkaitan dengan pencatatan sendiri pajak penghasilan dan proses pembayaran pajak.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembayar pajak secara cepat, tepat dan konsisten.
Mendapatkan partisipasi dan kerja sama yang besar dari masyarakat dalam kepatuhan pemenuhan pajak mereka.
Struktur organisasi dari NTA terdiri dari kantor pusat, 11 biro pajak daerah dan 497 kantor pajak lokal sebagai permulaan. Akhir tahun ini, strukturnya tetap tidak berubah, kecuali pertambahan yang sedikit dari kantor pajak lokal menjadi 518 (NTA 2007). Meskipun, jumlah pegawai telah dikurangi secara tajam dari tahun anggaran 2004 ke anggaran 2006, yang merupakan hak dari pemerintah pusat. Kebijakan reformasi 2001 termasuk proses penataan pemerintahan.

3.2.Sejarah dari reformasi pelayanan pajak
Pada permulaan lahirnya, NTA dimaksudkan untuk memperkenalkan reformasi administrasi pajak yang radikal untuk mengontrol tingkat laju inflasi yang cepat setah perang Jepang memakai sistem penilaian sendiri dari Amerika, namun demikian kekacauan tak terduga diciptakan diantara perusahaan tingkat kecil dan tingkat menengah, yang mana mereka tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam pajak dan pembukuan. Sebagai konsekuensinya, sekitar 70% para pembayar pajak dipersoalkan untuk dilakukan koreksi apakah tercatat sebagai pajak penghasilan atau tidak tercatat sebagai pajak penghasilan (Usui, 2002). Respon yang tidak efisien dan birokratis dalam penanganan kekacauan publik dan masalah administrasi berkembang lebih jauh, berkontribusi pada pembayar pajak kehilangan kepercayaan dari kantor administrasi pajak.
Diputuskan oleh NTA untuk memperkenalkan metode baru kosultasi pajak, yang tetap digunakan sampai baru-baru ini (NTA, 2007). Metode baru ini dimaksudkan untuk memberikan sebuah program untuk keperluan konsultasi pelayanan bagi pembayar pajak untuk koreksi dan catatan pajak mereka secara sukarela. Tipe prosedur berdasarkan pada metode yang baru meliputi beberapa langkah yang harus diikuti: 1) Pegawai pajak meminta para pengusaha yang mendapatkan penghasilan untuk berkunjung ke kantor NTA, ditetapkan waktu dan tanggalnya; 2) Pegawai kantor pajak menjawab pertanyaan pembayar pajak tentang prosedur atau tata cara pembukuan atau UU pajak. Kunjungan terakhir ke kantor dengan membawa buku pembukuan (akuntansi) dan pencatatan untuk menghitung pendapatan mereka; 3) Jika pembayar pajak bertanya, pegawai kantor pajak memberi instruksi kepada pembayar pajak bagaimana cara mengisi formulir pajak atau mengisi formulir sesuai dengan kepentingan mereka (Usui, 2002). Merunut ke belakang, ide metode konsultasi pajak yang baru ini untuk mengurangi pengaruh pemerintah dan ketergantungan pembayar pajak kepada NTA dengan harapan, para pembayar pajak untuk melayani sendiri dalam pencatatan/pelaporan pajak penghasilan. Sementara metode konsultasi yang baru dimaksudkan mengembangkan pelayanan pada diri sendiri, diminta agar pembayar pajak untuk berkunjung ke kantor daerah NTA untuk konsultasi, terkadang dengan beberapa kali kunjungan untuk mencatat pajak penghasilan mereka. Karena metode konsultasi pajak yang baru memakan waktu yang lama, dan pembayar pajak diminta untuk menunggu dalam antrian yang panjang, biaya kepatuhan untuk para pembayar pajak besar sekali, sebagaian untuk pemilik usaha kecil dan perusahaan yang berukuran sedang yang mana kebanyakan didominasi ekonomi sektor privat di Jepang. Sebagai konsekuensinya, jumlah pendapatan dari pajak penghasilan dan formulir untuk pajak yang lain bertambah dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini, berkembangnya efisiensi dari administrasi pajak NTA diragukan.

3.3.Bertambahnya beban kerja administrasi pajak
Dalam tahun anggaran 2007, 53,5 trilyun yen pendapatan pajak nasional dikumpulkan oleh NTA, yang mana 64,5% mewakili dari 82,9 trilyun pendapatan nasional Jepang (NTA, 2007). Perbedaan yang kontras ini dilihat dari pendapatan pajak nasional Jepang tahun anggaran 2002 (NTA, 2002) sebesar 43,8 trilyun yen. Dengan meningkatknya pengumpulan pajak nasional, angka pendapatan dari pajak penghasilan meningkat dari individu dan pengusaha. Angka total pajak penghasilan berlanjut meningkat dari 11 juta di tahun 1978, hampir 18 juta permulaan tahun 1990; 20,4 juta di tahun 2000 dan 24,49 juta di tahun 2007 (Usui, 2002, Okada, 2002, NTA, 2007). Penambahan beban kerja administrasi pajak adalah suatu masalah dan lebih buruk lagi dengan penataan ulang di NTA yang didiskusikan di awal bagian 3.1.
Masalah bertambahnya beban kerja dari administrasi pajak adalah bagian yang serius di kantor pajak pinggir kota yang berdekatan dengan kota-kota besar. Dengan bertambahnya jumlah pembayar pajak yang berkunjung ke kantor pajak daerah untuk berkonsultasi, besarnya frekuensi para pembayar pajak ini harus menunggu beberapa jam untuk menerima pelayanan. Dengan bertambahnya jumlah dari pajak penghasilan diparuh pertama tahun 1990, ada perhatian yang sungguh-sungguh diantara para pejabat publik senior mengenai banyaknya komplain dari pembayar pajak mengenai kemacetan ini. Sebagai konsekuensinya, penunjukan masalah sentral ini menjadi isu kritik yang besar dari administrasi pajak penghasilan (Usui, 2002, p. 18). Perhatian utama adalah untuk melakukan review dari reformasi administrasi pajak untuk konsultasi pajak. Solusi pertama adalah merubah metode dari tatap muka antara individu-individu menjadi metode konsultasi pajak. Sebagian besar, baru-baru ini, perhatian yang besar dalam pengembangan elektronik government: pembayaran pajak penghasilan sendiri secara online yang diintegrasikan, dan pembayaran melalui saluran internet. Sebab itu “eletronik tax” diluncurkan pada tahun 2004 secara luas.

4.Elektronik Tax
Transaksi website NTA’s melalui “elektronik tax” adalah contoh utama usaha pemerintah Jepang dalam mereformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Software ini dikembangkan lewat jasa out sourcing dengan biaya pemerintah sebesar 50 milliar yen (NTA, 2007). “Elektronik tax” dimaksudkan untuk meningkatkan secara tajam efisiensi administrasi pajak baik dari manajemen pencatatan pajak di belakang dan konsultasi pajak di depan dan untuk mengurangi secara signifikan biaya kepatuhan pajak masyarakat: dua keuntungan (baik internal maupun eksternal). Internal bagi konsultan pajak di bagian depan dan administrasi pajak bagi NTA, dan eksternal stakeholders (para pembayar pajak). Jiro Makino, komisaris dari NTA, sekarang ini dengan elektronik government dimungkinkan reformasi pajak di tahun 2007 dilaporkan kepada pembayar pajak (NTA, 2007, p. 29): “Untuk meningkatkan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat dan mengatur operasi administrasi dengan lebih simpel, efisien dan transparan dengan penggunaan IT, dalam pelayanan kepada masyarakat dan pembaharuan operasi administrasi dan sistem, dikembangkan perencanaan mengenai elektronik government yang mulai ditentukan di bulan Juli 2003. Sejak itu pemerintah Jepang bekerja dengan mendasarkan IT untuk reformasi pelayanan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan dan kenyamanan yang lebih, dalam pelayanan publik.

4.1.Website transaksi NTA’s
Pemerintah mengoperasikan keseluruhan pemerintahan melalui portal www.e-gov.go.jp sebagai hal utama, untuk memberi kenyamanan, merupakan salah satu pintu masuk informasi online ke pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh UN (PBB) tahun 2008 dari elektronik negara global, Jepang menduduki ranking 11 di dalam kesiapan “menggunakan elektronik” dari total 192 negara anggota (United Nations, 2008). Ranking global yang baru saja ini merupakan tanda kemajuan yang dapat dilihat dari penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan Jepang dengan menggunakan elektronik government dalam memberikan pelayanan dari beberapa kantor dan departemen. Pembayar pajak (WP) dapat mengakses home page NTA dari web portal pemerintah pusat dengan cara 1 kali klik mouse (1 kali page down dari portal). Di sebelah kiri dari gambar 2 ada sebuah kolom dari menu utama termasuk “e-tax” (merupakan pilihan menu terakhir dalam jendela yang berbeda). Di pertengahan dari home page ada daftar dari beberapa topik dan berita baru tentang pajak. Di sisi sebelah kanan, masyarakat dapat mengakses laporan audit kinerja NTA, laporan tahunan, komentar masyarakat, statistik dan kantor perwakilan seperti UU pajak nasional dan e-gov tentang hukum yang baru. (Gambar 2) home page NTA (di Jepang). Masyarakat dapat mengakses “e-tax” (Gambar 3) yang di page down dari home page NTA (Gambar 2). Melalui “e-tax” masyarakat dapat mengakses fungsi-fungsi transaksi secara online, pendaftaran pengguna “e-tax”, mengolah pajak penghasilan dari individu dan para pengusaha secara online, mendapatkan gambaran taksiran/penilaian tanah secara online melalui sistem informasi geografis (GIS), dan pembayaran segala macam tipe pajak secara online malalui sambungan/jaringan langsung dari bank online wajib pajak. Transaksi dari NTA’s website dengan fungsi “e-tax” yang lebih maju ini berarti wajib pajak dapat mengisi penuh pajak terutang mereka dimanapun dan kapanpun untuk kenyamanan mereka tanpa harus mengunjungi dan menunggu dalam antrian yang panjang di kantor lokal NTA. Untuk itu bagi siapa yang tidak memiliki komputer, NTA menyediakan PC dan layar sentuh di kantor pajak lokal.

4.2.Bagan alir kerja pembayaran dan pajak penghasilan secara online
Data pajak nasional berisi data yang bersifat personal dan informasi tentang keuangan. Beberapa penembusan/penerobosan pengamanan akan mempunyai dampak negatif terhadap kredibilitas dari administrasi pajak dan hak privat informasi publik. Sehingga NTA meminta kepada wajib pajak untuk mengikuti pengamanan standard NTA, termasuk memperoleh keamanan sistem keaslian dari wajib pajak (biayanya sekitar 3.000 yen) dan tanda tangan digital. Dalam konsekuensinya wajib pajak tanpa kemampuan/pengetahuan yang mencukupi tentang komputer dan kemanfaatan internet merasa ditakut-takuti untuk memulai menggunakan “e-tax”. Lebih lanjut tidak ada kurva pelajaran yang diperoleh dari software “e-tax”. Karenanya, biaya perubahan-biaya yang didatangkan oleh wajib pajak dari cara tradisional dari pemenuhan ketaatan terhadap undang-undang pajak dimungkinkan dengan cara baru pembayaran pajak penghasilan melalui internet yang tinggi sekali bagi wajib pajak. Faktanya meskipun pemerintah pusat mendorong penggabungan dan pemakaian “e-tax”, hanya 15 dari 144 (pembuat kebijakan) menggunakan “e-tax” dalam pembayaran pajak penghasilan (The Japan Times, 2007). Gambar 5 menunjukkan cara/bagan kerja pajak penghasilan secara online diantara pengguna “e-tax”, pegawai NTA dan lembaga keuangan di atas internet.
Gambar 4: bagan kerja “e-tax” yang diadopsi dari NTA (2005)
Data ditransfer melalui ”e-tax” diproses dengan tanda tangan digital dan dikelola dengan sistem informasi manajemen yang komprehensif oleh NTA (dikenal dengan KSK sistem). Sistem proses pencatatan pajak secara internal ini dikenalkan di beberapa kantor pajak lokal di tahun 1995, lambat laun sistem pencatatan perusahaan diintegrasikan secara horizontal dan vertikal dan dioperasikan penuh diseluruh wilayah negara secara luas pada tahun 2001. Sistem KSK ini tersambung/memiliki jaringan ke seluruh biro-biro pajak daerah, kantor pajak daerah Okinawa dan kantor pusat NTA. Dimungkinkan memberi kuasa pada konsultan pajak dibagian depan, memberi pandangan-pandangan kepada wajib pajak tentang pajak penghasilan dan catatan pembayaran pajak secara online pada waktu sesi konsultasi pajak sebagaimana maksud dari audit/pemeriksaan pajak.


5.Dampak perubahan dari ”e-tax”
Sebagaimana didiskusikan di awal pada bagian 2.2. kasus dampak perubahan elektronik government menunjukkan bukti-bukti:
Peningkatan utama dari kinerja pemerintah
Penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan untuk meningkatkan daya tanggap pemerintah (West, 2004)
Sehingga di bagian ini, kami menguji dampak perubahan dari “e-tax” dengan mengevaluasi data studi kasus untuk menentukan apakah cukup atau tidak keberadaan bukti-bukti tersebut.
5.1.Peningkatan utama dari kinerja NTA
Sebagaimana didiskusikan di awal pada paper ini, kinerja NTA’s bergantung pada kemampuan untuk menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan. NTA mencoba mencapai sukses dengan meluncurkan “e-tax”, dimaksudkan NTA agar proses administrasi pajak yang masih ada menjadi lebih simpel dan membuat kenyamanan dalam mematuhi UU pajak nasional. Keberhasilan pelaksanaan dari “e-tax” ini membuat dua keuntungan utama: 1) Mengurangi biaya administrasi pajak dan; 2) Mengurangi pemenuhan biaya dari wajib pajak. Pertama, diluncurkannya program “e-tax” dimungkinkan para wajib pajak untuk menyerahkan pajak penghasilan dan pembayaran pajak melalui internet, seperti data digital yang selanjutnya ditransfer, dikelola dan diproses oleh sistem menajemen pengetahuan KSK. Penggabungan teknologi antara sistem “e-tax” yang berdasarkan web dan sistem informasi internal yang terpusat dimungkinkan untuk membangun jaringan kantor-kantor pajak NTA, konsultan pajak di bagian depan dan bagi wajib pajak untuk memberikan informasi melalui pencatatan digital, daripada pajak yang menggunakan kertas dan formulir-formulir pajak lainnya. Sebagai konsekuensinya, NTA harus dapat melakukannya lebih efisien dengan mengurangi waktu. Penting untuk dilakukan bahwa langkah-langkah dikembangkan untuk kinerja NTA direalisasikan dalam menjawab tantangan lingkungan operasional. Dengan ditambah beban kerjanya, dilanjutkan oleh NTA dengan penataan ulang para pegawai secara radikal. Beban kerja NTA ditambah tahun ini. Total jumlah pajak penghasilan di tahun 1975, menjadi 23,5 juta di tahun 2007. Di sisi yang lain, total jumlah pegawai kantor pajak di tata ulang dari 44.171 di tahun 2004 menjadi 43.870 di tahun 2007. Kedua, operasional yang efisien oleh NTA menguntungkan bagi wajib pajak: responnya diterima lebih cepat oleh mereka, untuk menjawab mengenai pertanyaan mengenai pajak mereka dan pelayanan konsultasi pajak yang lebih konsisten melalui semua kantor pajak lokal didistribusikan seluruhnya di Jepang. Pemilihan saluran “e-tax” dimungkinkan untuk mengurangi masalah kemacetan di kantor pajak lokal dan menunjukkan perhatian NTA pusat tentang ketidaknyamanan wajib pajak dengan pelayanan yang diberikan oleh NTA. Ini adalah perubahan organisasi yang signifikan, ketidakpercayaan publik yang diberikan kepada NTA (bagian 3.2.) dengan menaruh perhatian yang besar pada ketidakefisienan dan birokratisasi dalam merespon dan mengikutsertakan warga negara (bagian 3.3.).

5.2.“e-tax” adalah daya tanggap pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
Manajer senior menganggap, persoalan yang sulit untuk mencapai sukses dalam meningkatkan kinerja yang utama; pertambahan efisiensi dalam administrasi pajak dan perubahan paradigma dalam pelayanan pajak yang baru kepada warga negara, tanpa disertai penurunan dari kenaikan transaksi melalui “e-tax” merugikan sekali terutama di lingkungan operasional mereka. Di samping persepsi yang menimbulkan kesan yang menyenangkan dari manajer senior di NTA, internal stakeholder yang memprakarsai digunakannya “e-tax” mengatakan tidak ada bukti positif atau negatif yang lain bagi kami untuk menyimpulkan bahwa “e-tax” bertanggungjawab atau tidak untuk peningkatan yang utama dalam kinerja NTA?
Komisaris NTA, Jiro Makino, yang sangat diperhatikan sekali dengan memberikan suatu kenyamanan lebih dalam mematuhi lingkungan UU pajak (NTA, 2007). Dengan penawaran saluran pilihan “e-tax” dimaksudkan NTA untuk merubah administrasi birokrasi pajak publik menjadi lebih moderen, pelayanan kepada warga yang diorganisasikan, mendapatkan kembali kepercayaan kepada warga dan mencapai sukses dalam hasil-hasil kebijakan, kesediaan mematuhi UU pajak dalam globalisasi negara industri dari populasi yang semakin bertambah (NTA, 2007). Sejak “e-tax” dipakai secara sukarela dan juga membutuhkan biaya yang besar (e.g. memperoleh tanda tangan digital untuk keaslian wajib pajak dan untuk mempelajari perangkat lunak yang baru), pemakaian “e-tax” oleh warga dapat dilihat sebagai bukti bahwa warga merasa pilihan saluran “e-tax” dan pilihan pelayanan sendiri secara online sebagai sebuah keunggulan, dengan menggali nilai lebih dari pelayanan pajak oleh NTA, dari pelayanan pajak yang tradisional (e.g. pengarsipan pajak berdasarkan kertas dan bertatap muka dan konsultasi melalui telepon). Oleh karena itu, kita dapat berargumen bahwa meningkatnya level pemakaian “e-tax” sebagai bukti yang sangat positif bagi peningkatan kinerja NTA mencapai sukses dalam ketaatan terhadap UU pajak secara online melalui “e-tax”. Lebih jauh, tak seperti di AS, Inggris, Irlandia dan Australia, NTA tidak menyediakan para pengguna dengan berbagai insentif lainnya, kemudian kenyamanan jalur proses yang cepat maupun pembayaran pajak yang cepat, (Departemen Keuangan, 2007). Gambar 5 menunjukkan sebuah trend penggunaan “e-tax” data tahun 2003 sampai tahun 2007, memperlihatkan jumlah pajak penghasilan yang diarsip oleh “e-tax”. “e-tax” diujicobakan di kota Nagoya pada tahun 2004, hanya dalam waktu tiga bulan, setelah waktu uji coba operasional home page NTA sejak tahun 2004. Menurut CIO dan tim proyek teknologi dan informasi, awal dari sistem software “e-tax” dilakukan melalui beberapa revisi yang berkesinambungan dan perubahan untuk memantulkan saran dan umpan balik dari pengguna. Penggunaan dari kualitas lingkungan diharapkan dari perjanjian aktif dari tim proyek teknologi dan informasi dengan beberapa pengguna. Di tahun 2006, lebih kurang dua tahun sejak diluncurkannya “e-tax”, penambahan jumlah pajak penghasilan yang dicatat melalui “e-tax” adalah 1.057.153. Di tahun 2007, sejak tiga tahun sejak diluncurkan, angka pajak penghasilan bertambah menjadi 1,6 juta lebih. Ini merupakan langkah awal dari perbandingan yang baik dari penyebaran yang cepat melawan pemangkasan hal-hal yang kurang baik yang dilaporkan dari kenaikan sistem “e-tax” dalam e-government suatu negara seperti di Inggris (Kablenet, 2007). Meskipun begitu perlu untuk mendukung pemangkasan prosedur dari “e-tax” agar lebih efektif diberikan angka dari akses website NTA yang telah mengalami pertambahan terus-menerus, pertambahan hampir 11 juta mengunjung selama periode pajak dan melebihi angka jumlah pajak penghasilan yang dibukukan.
Akhirnya, untuk mengakses dampak perubahan lebih lanjut dari e-government kami memeriksa time series (data waktu) jumlah dari pajak penghasilan final yang dicatat oleh individu-individu. Gambar 7 menunjukkan jumlah final pajak penghasilan individu dan pemakaian pajak yang dicatat oleh individu-individu dari tahun 1967 sampai 2006. Data yang membujur tidak memisahkan pajak penghasilan dengan “e-tax” tetapi malahan termasuk semua rata-rata dari pencatatan pajak yang tersedia untuk publik: “e-tax” melalui website NTA, layar sentuh yang telah di instal di kantor cabang daerah, telepon, perlengkapan telepon mobil dan kertas formulir. Dua garis grafik dalam gambar 7 memperlihatkan pertambahan yang lebih, dalam pencatatan pemakaian pajak dan pajak penghasilan individu (garis yang lebar) dan catatan pajak penghasilan individu (garis menyamping) dari tahun 1967 sampai 2004. Meskipun setelah 2004 ketika “e-tax” pertama kali diluncurkan melalui website NTA, pertambahan yang sangat tajam dalam angka pajak penghasilan individu sama juga pajak penghasilan oleh individu-individu pada tahun 2004. Ini adalah pajak penghasilan individu-individu dan sama juga dengan pemakaian pajak oleh individu-individu yang sebenarnya. Kenaikan yang tajam setelah tahun 2004 ini memberikan bukti bahwa prakarsa e-government oleh NTA’s melalui “e-tax” telah berdampak perubahan terhadap organisasi dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak penghasilan dan obligasi pajak lainnya. Dengan kata lain, “e-tax” mempunyai dampak yang signifikan dengan tujuan reformasi pelayanan publik dari “penciptaan lingkungan administrasi pajak nasional yang menyenangkan=nyaman” yang membuat pembayaran dan pemenuhan pajak menjadi lebih nyaman untuk publik.

6.Diskusi dan Kesimpulan
Paper ini mengkaji dampak perubahan dari e-government dengan penjelajahan hubungan antara reformasi pelayanan publik melalui e-government dan kinerja pemerintah terkini dengan menggunakan studi kasus dari prakarsa “e-tax” yang diluncurkan pada tahun 2004 oleh kantor pajak nasional Jepang. Perhatian awal studi ini menyimpulkan bahwa “e-tax” telah memiliki dua dampak perubahan yang utama dalam kinerja kantor pemerintah. NTA, melalui “e-tax” dapat mengurangi biaya administrasi internal dan mengurangi biaya kepatuhan pada UU pajak dengan cara yang baru yang lebih nyaman, cepat dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kami berpendapat, sangat sulit mencapai sukses dalam meningkatkan kinerja NTA (diamati dalam peningkatan yang utama) tanpa implementasi yang sukses yang terintegrasi, sistem “e-tax” yang sangat mengagumkan dan kesukarelaan warga dalam pemakaian sistem “e-tax” pada level yang tinggi.

6.1.E-government (teknologi yang mengagumkan)
Pertama, pengembangan e-government yang pintar adalah penting untuk mengetahui dampak perubahan pemerintah yang terjadi. Dengan kata lain, pemerintah tidak akan merubah pelayanan publik yang berkualitas dan daya tanggap yang tinggi dengan informasi website pemerintah mulai sekarang. Dalam diskusi kekuatan perubahan dari e-government (west:2004, p. 24) menyimpulkan bahwa ”bukti dari hasil penelitian ini adalah konsisten dengan cara inkrimental (bertahap) daripada mengubah perubahan”. Meskipun begitu, penulis juga menyimpulkan (p. 24), bahwa sedikit dari website pemerintah yang telah dikembangkan untuk diintegrasikan secara penuh dan pelayanan yang dijalankan secara online atau sebagai langkah demokrasi yang interaktif bagi kantor pemerintah untuk merealisasikan kekuatan perubahan dari internet. Para pegawai perlu mempercayai dan memberi penekanan pada integrasi, fungsinya dan peningkatan demokrasi. Berdasarkan survey dari dua kantor lokal pemerintah di AS, Nooris dan Moon (2005) melaporkan sangat sedikit dampak perubahan dari e-government pada tingkat pemerintah lokal/daerah. Biarpun begitu, mereka juga menyimpulkan bahwa ”pergerakan yang digabungkan dan transaksi e-government mengalami perkembangan yang lebih lambat” (p. 64). Dalam pembandingan peningkatan yang dibuat oleh pemerintah daerah juga sejauh mana pengalaman mereka kurang dan informasi yang luas mengenai e-government. Dalam studi kasus ini, kami menjelaskan pengalaman yang diintegrasikan (digabungkan) sistem ”e-tax” yang didesain sebagai perangkat lunak untuk proses perubahan kantor pajak nasional yang tradisional menjadi lingkungan operasional yang menarik dalam penyediaan pelayanan administrasi pajak bagi warga negara. Penggabungan sistem pengalamam sistem e-government memungkinkan proses perubahan dari NTA sebagai jaringan hubungan sharing (pertukaran) informasi organisasi semua konsultan pajak di bagian depan dan staf di bagian belakang.

6.2.Memberi kepercayaan kita mengenai kekuatan lebih dari e-government
Yang kedua, pengalaman mengadakan e-government oleh diri sendiri tidak mencukupi untuk mempengaruhi reformasi pelayanan publik melalui penggunaan e-government. Dampak perubahan dari e-government mensyaratkan adanya perpindahan sumber daya manusia secara internal untuk melengkapi perubahan melalui prakarsa e-government. Terutama sekali, perbedaan dalam proses perubahan mensyaratkan adanya perubahan kepemimpinan yang efektif secara inkrimental (Rainey dan thompson, 2006). Dalam kasus reformasi pelayanan publik melalui e-government, masalahnya adalah maksud strategi dari top manajemen untuk merubah pelayanan publik sebaik strategi komunikasi dari maksud seluruhnya pada organisasi pemerintah. Di dalam literatur dari strategy corporate, maksud strategi dari senior executive atau manajemen puncak menyampaikan dengan jelas perasaan dari pengarahan masa depan untuk mencapai sukses, (Hamel and Prahalad, 1989). Apa yang menjadi implikasi disini adalah bahwa maksud strategi sebagai kunci pendahuluan dari pemberdayaan masyarakat yang akan menggerakkan strategi pelengkap di level akar rumput (bawah) pada organisasi. Sebagai proses panjang, yang disatupadukan, pendekatan strategi untukmengkomunikasikan dengan stakeholder kunci adalah pendahuluan lain dari proses pemberdayaan masyarakat untuk pelengkap strategi organiasi yang sukses (Argenti et.al, 2005). Masih ada metodologi penelitian mengenai e-government yang kadang masih terbatas untuk menganalisis website dari pemerintah. Meskipun begitu, maksud strategi pemerintah untuk merubah pelayanan publik dan strategi komunikasi perlu diuji dari website dan mensyaratkan lebih dalam analisis dari kebijakan publik, pertemuan para pejabat-pejabat pemerintah setiap saat, dan perilaku kepemimpinan yang mungkin diperlukan di dalam operasi organisasi, manajemen dan kinerja. Dalam paper ini, kami mengadopsi pendekatan multi metode yang diperlukan untuk memahami kompleksnya proses sosial dan politik (Scholl, 2005).
Hasil pengamatan yang kedua konsisten dengan kesimpulan yang dibuat oleh Lyne Markus dan Robert Benjamin (1997). Dalam makalah seminarnya, ”The Magic Bullet Theory in IT enabled Transformation”, mereka meneliti mengenai fakta sulitnya menerapkan teknologi informasi untuk transformasi organisasi ke arah yang lebih baik. Mereka menyimpulkan rendahnya keyakinan masyarakat kita pada kemampuan teknologi informasi untuk menyuseskan proses perubahan. Mereka juga menyimpulkan bahwa transformasi kearah yang lebih baik merupakan tugas bagi semua organisasi.
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang mengukur pengaruh perubahan dari e-government pada kinerja dan reformasi pelayanan publik. Dalam penelitian ini, kita tidak diberi tahu pengaruh perubahan e-government pada para pembayar pajak. Sebagai contoh, kepuasan publik terhadap ”e-tax” tidak secara jelas diteliti, walaupun peningkatan ”e-tax” dari tahun 2004-2007 dapat dianggap sebagai bukti apresiasi publik terhadap layanan publik NTA yang merupakan bentuk e-government. Penelitian dimasa mendatang diperlukan untukmengatasi keterbatasan dalam penelitian ini melalui survey pada para pengguna ”e-tax” maupun pada non pengguna.

Selasa, 18 Agustus 2009

”Demokrasi Yang Terpasung” (*Pelajaran Berharga Dari Kasus Prita Mulyasari)

Kebebasan berpendapat adalah salah satu dari sekian banyak ragam kebebasan yang dicoba diperjuangkan warga masyarakat tatkala kehidupan mengalami transformasinya yang nyata, kehidupan berbangsa yang terorganisasi sebagai kehidupan bernegara yang modern. Dengan menguatnya tuntutan-tuntutan kebebasan berpendapat ini, seiring menguatnya pula tuntutan warga masyarakat.. yang kini telah berstatus sebagai waraga negara, dan bukan lagi kawula negara.. untuk berkebebasan dalam berserikat

Wignjosoebroto (1996:71) mengatakan Indonesia adalah suatu negeri yang sesungguhnya tak memiliki tradisi demokrasi dengan kebebasan para warga masyarakat untuk mengeluarkan opini-opini guna mencadangkan alternatif-alternatif yang melawan kemapanan, dan untuk berserikat guna menggalang sinergi yang akan merealisasi opini-opini alternatif itu. Selain itu, Indonesia adalah suatu negeri yang sesungguhnya tak memiliki tradisi kultur politik yang egalitarian dengan hak-hak warga masyarakat untuk secara asasi diperlakukan tanpa diskriminasi apapun. Di negeri ini kekuasaan-kekuasaan itu kalaupaun tak terstrukturkan dalam bentuk monarkhi yang absolut (malah dengan keyakinan bahwa segala sumber kekuasaan itu bersifat supra natural) tentulah terstruktur dalam bentuk oligarkhi atau khususnya di komunitas-komunitas kota patriarkhi yang juga sekaligus membangun gerontokrasi. Tradisi demokrasi yang membuka peluang bagi siapapun yang bersosok manusia entah yang berposisi sebagai elit, entah yang ”Cuma” berposisi oknum-oknum yang tak bernama untuk tanpa hambatan diskriminatif apapun dapat ikut serta dalam setiap urusan publik di dalam masyarakat tidaklah sedikitpun dikenal.

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga dan ibu dua orang balita yang ”dipaksa” harus mendekam selama 21 hari di tahanan dalam proses penyidikan kejaksaan di Tangerang akibat didakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu bermula dari email Prita, yang menceritakan ketidakpuasannya melalui email mengenai dilanggarnya haknya sebagai seorang konsumen jasa medis atas pelayanan medis di RS OMNI Internasional.

Sebenarnya, ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan hak dari seorang konsumen yang tidak puas atas pelayanan medis dari RS OMNI Internasional untuk melakukan public complaint terhadap kegagalan lembaga penyedia pelayanan (medis) dalam melaksanakan fungsinya. Pada tingkat penyidikan kepolisian di Tangerang sebenarnya pasal yang didakwakan terhadap Prita atas pengaduan dari RS OMNI Internasional terkait email Prita tersebut adalah pasal pencemaran nama baik yang terdapat dalam KUHP. Namun, Kejaksaan Negeri Tangerang menambahkan Pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dalam berkas penyidikan yang berimplikasi dilakukannya penahanan di Rutan Tangerang terhadap Prita atas dugaan melanggar ketentuan UU ITE tersebut. Dalam konteks perlindungan konsumen, semestinya hubungan antara Prita Mulyasari selaku konsumen pengguna jasa medis dari RS OMNI Internasional selaku lembaga penyedia jasa medis diletakkan dalam format penggunaan hak dari konsumen untuk menuntut pelayanan medis yang terbaik dari RS OMNI Internasional sebagai lembaga penyedia jasa medis. Hal itu ditegaskan pula UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan UU Praktik Kedokteran.

Menurut Ratminto (2008:39) Pelayanan publik yang berkualias mensyaratkan adanya kesetaraan hubungan atau kesetaraan posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna atau penerima jasa pelayanan. Oleh karena itu, posisi tawar pengguna jasa yang selama ini sangat lemah harus diperkuat. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberitahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan sebagai Citizen’s Charter yang dirumuskan pertama kali di Inggris. Hal lain yang dapat dilakukan untuk memperkuat posisi tawar adalah melalui mekanisme ”exit dan voice” yang dikembangkan oleh Abert Hirschman sebagaimana dikutip oleh Jones (1940) dalam Ratminto (2008:72). Albert Hirschman mengatakan bahwa kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme ”exit dan voice”. Mekanisme ”exit” berarti bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas maka konsumen/klien harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik yang lain yang disukainya. Sedangkan mekanisme ”voice” berarti adanya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan pada lembaga penyelenggara pelayanan publik.

Hak-hak untuk berserikat, berkumpul dan berpendapat merupakan prinsip yang secara tegas diakui dalam UUD 1945. Pasal 28F misalnya, disebutkan secara tegas hahwa ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperolah informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Kaidah-kaidah hukum pidana yang dikodifikasikan ke dalam kitab-kitab dapat ditiru dan atau diterima untuk diambil alih, akan tetapi ide dasarnya sebagai seperangkat norma positif yang harus difungsikan menjamin kebebasan warga negara untuk bisa berbuat apapun tanpa perlu takut dipidana, sering terabaikan dan terlupakan. Tak ayal lagi di negeri dimana elitnya tak segera menyadari esensi kontitusionalisme (juga menjiwai hukum pidana berikut hukum acaranya) akan menyebabkan hukum pidana itu lalu menjadi lebih dimengerti sebagai seperangkat kaidah untuk membenarkan tindakan penguasa untuk menghukum perbuatan apapun yang dilakukan orang, dengan sedikit perkecualian. Pasal-pasal pidana yang memang membenarkan tindak pemidanaan lalu lebih banyak bersifat enumeratif daripada limitatif. Dalam perkembangan yang demikian hukum pidana lalu terkesan sebagai hukum yang garang. Hukum akan gampang dihadirkan dimana-mana dengan wajahnya yang galak dan suka menghukum, namun banyak hadirnya hukum disitu tidak serta merta akan menghadirkan negara hukum. Banyaknya law memang tak selamanya bermakna maraknya rule of law, Wignjosoebroto (1996:74).

Sekalipun petinggi kejaksaan telah memerintahkan dilakukannya tindakan investigasi terhadap jaksa yang menangani kasus Prita yang telah melakukan penahanan dengan menambahkan dakwaan yang berbeda dari proses penyidikan di kepolisian, mengajarkan betapa bahayanya memiliki kekuasaan tanpa disertai moralitas profesi yang memadai. Lord Acton dalam Budiarjo (1938:99) dalam Ratminto (2008:72) mengatakan ”Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely” (kekuasaan cenderung untuk korup atau disalahgunakan, sedangkan kekuasaan absolute pasti akan disalahgunakan). Teori ”exit dan voice” ini sejalan dengan teori Lord Acton, artinya untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik diperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara konsumen/klien dengan lembaga penyelenggara pelayanan.

Senin, 27 Juli 2009

"Orang Miskin Dilarang Sakit" *Sebuah Gugatan Terhadap Peran Pemerintah Di Bidang Kesehatan

Saat ini pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah belum sepenuhnya 100% berpihak kepada publik. Berbagai macam kepentingan, politik, kepentingan kelompok, serta kepentingan kapital ikut mempengaruhi kebijakan pelayanan yang diberikan kepada publik. Kultur di negara Indonesia yang masih feodal, memposisikan birokrat sebagai pihak yang malah dilayani, bukan melayani masyarakat.

Berbicara mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia, pada kenyataannya pelayanan kesehatan kita memang amat liberal, bahkan lebih liberal bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan di Amerika Serikat yang sangat menjunjung tinggi liberalisme. Apa Buktinya? Pertama, pelayanan kesehatan di Indonesia masih sepenuhnya diserahkan kepada pasar dan berasaskan fee for service yang tidak diatur. Artinya setiap prosedur layanan akan dikenai tarif tersendiri. Pengertian menyerahkan pada mekanisme pasar adalah, setiap penyedia layanan (rumah sakit) menetapkan tarif sendiri dan pasien dapat mencari layanan mana yang dianggap sesuai dengan "keuangan" mereka. Kedua, di Indonesia belum ada lembaga yang mengawasi bahwa pasien akan mendapatkan layanan dengan kualitas yang terbaik dan tentu saja dengan harga yang pantas, terutama untuk orang yang miskin.

Kesehatan adalah sektor yang sangat signifikan dan berkaitan langsung terhadap kehidupan masyarakat. Sektor kesehatan ini seharusnya sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara untuk membiayai atau mensubsidi secara penuh. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (1) disebutkan "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Kemudian pada ayat (2) disebutkan "Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan". Namun dalam kenyataannya di negara kita ini, masyarakat masih harus memberikan sebagian besar penghasilan mereka untuk membiayai pelayanan di bidang kesehatan. Hal ini dikarenakan sektor kesehatan mulai diprivatisasi sehingga masyarakat harus membayar mahal untuk bisa mengakses dan mendapatkan pelayanan yang maksimal. Pada akhirnya, pelayanan yang maksimal pun hanya bisa dirasakan oleh orang yang mempunyai kuasa dan uang yang cukup. Sedangkan masyarakat kelas menengah ke bawah harus merasakan getirnya pengalaman hidup mereka sejalan dengan kemampuan ekonomi mereka yang terbatas.

Kenaikan tarif pelayanan kesehatan dibeberapa daerah adalah salah satu bukti ketidakberpihakan pemerintah terhadap masyarakat miskin. Sebagai contoh pemberlakuan tarif baru berdasarkan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Yogyakarta No. 52/2008 yang berlaku efektif mulai 2 Februari 2009 mengundang reaksi keras dari DPRD Kota Yogyakarta (KR, 27 Februari 2009). Kenaikan tarif ini berlipat dibanding tarif sebelumnya. Misalnya, tarif pelayanan poliklinik oleh dokter spesialis mengalami kenaikan hingga 800% atau delapan kali lipat. Dari Rp 4.500,00 menjadi Rp 37.500,00

Sementara itu di daerah lain, tarif Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto juga mengalami kenaikan sekitar 20%. Kenaikan ini mulai diberlakukan pada bulan Maret (KR, 5 Maret 2009). Tarif rawat inap di ruang kelas III RSMS dari Rp 90.000,00 menjadi RP 110.000,00. Sementara untuk untuk kelas II naik dari Rp 120.000,00 menjadi Rp 150.000,00 dan untuk kelas I naik dari Rp 135.000,00 menjadi Rp 200.000,00. Selain itu biaya pendaftaran juga dinaikkan dari Rp 6.000,00 menjadi Rp 20.000,00 setiap pasien.

Dalam bidang kesehatan, adanya sejumlah program seperti JPS, kompensasi BBM, biaya gratis bagi orang miskin, Jamkesmas dll, realitasnya tidak membawa kenyamanan bagi pihak pasien. Perlakuan diskriminatif dari para dokter dan tenaga medis memberi rasa sakit yang mendalam di hati pasien dan keluarga pasien. Obat-obatan yang diberikan asal jadi dan perhatian tenaga kesehatan juga asal-asalan saja. Bahkan kejadian berulang terjadi, tenaga kesehatan dan pihak rumah sakit memaksa membawa pulang pasien karena dianggap sudah sehat, padahal mestinya mereka masih dalam tahap perawatan. Bahkan yang memilukan, sebagian dari mereka harus mengakhiri hidup karena mereka benar-benar tidak mampu untuk berobat.

Beberapa kasus buruknya pelayanan kesehatan terhadap pasien miskin diantaranya kasus pasien Devi. Devi adalah seorang tunawisma yang menjadi korban kekerasan dan pemerkosaan hingga koma dan tak sadarkan diri selama enam hari. Karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadahi, Devi akhirnya meninggal. Masyarakat sekitar Pamulang Timur, lokasi dimana Devi ditemukan telah melaporkan tindakan kejahatan yang menimpa Devi kepada Polisi, tetapi tidak mendapatkan respon. Begitu juga ketika Devi dibawa ke Puskesmas, petugas kesehatan disana tidak mau menerima Devi dengan alasan tidak memiliki identitas yang jelas. Kemudian, seorang laki-laki dengan kondisi lemah (pasien HIV-AIDS) ditelantarkan di trotoar jalan oleh pihak RS Adam Malik Medan (Redaksi Pagi, Trans7). Di kabupaten Purbalingga, seorang pasien bernama Isroah dan bayinya tertahan di rumah sakit akibat tidak mampu membayar biaya persalinan sebesar Rp 6.800.000,00 di rumah sakit Harapan Ibu. Isroah adalah pasien pemegang kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan), tetapi pihak manajemen rumah sakit menolak penggunaan kartu JPKM , bahkan Jamkesmas sekali pun (KR, 12 Maret 2009). Kisah pedih juga dialami seorang pasien anak di RSUD Denpasar juga ditahan oleh pihak rumah sakit akibat tidak mampu membayar biaya pengobatannya (Liputan pagi, AnteVe). Sementara itu, Nazir seorang balita di Banten harus menahan rasa sakit yang berkepanjangan akibat pipinya digerogoti tumor ganas. Kondisi kemiskinan, telah membuat kedua orang tuanya pasrah. Mereka tidak mampu membawa Nazir unruk berobat ke rumah sakit, karena untuk makan sehari-hari saja mereka kesulitan. Ironisnya tempat tinggal Nazir tidak jauh dari kantor pusat pemerintahan (Seputar Indonesia, RCTI). Mungkin masih banyak kasus-kasus serupa, namun tidak diekspose oleh media yang tentunya akan menambah daftar panjang kisah memilukan masyarakat miskin di negara kita.

Sebenarnya mahalnya biaya kesehatan adalah hal yang lumrah dan merupakan kecenderungan global, tetapi kalau pemerintahnya perhatian terhadap pelayanan kesehatan bagi rakyat, hal ini tidak akan menjadi masalah. Mungkin kita perlu belajar dari negara-negara lain. Singapura misalnya, menjadi negeri pengobatan terkemuka di ASEAN. Di Singapura terdapat RS KKH (Women's and Children's Hospital). RS milik pemerintah Singapura ini berorientasi non profit. RS KKH yang telah berusua 150 tahun dilengkapi dengan 18 centre layanan khususnya berbagai macam penyakit perempuan dan anak. Tempat pengobatan dirancang satu tempat baik untuk pendaftaran pasien, pengecekan awal, tindakan medis dan konsultasi, sehingga pasien tidak perlu bolak-balik dari satu tempat ke tempat lain. Pengambilan obat tidak jauh, karena apotik ada di ruang pengobatan. Sekitar 20.000 pasien internasional yang datang ke RS KKH per tahunnya.

Contoh lainnya, di negara Belanda pada setiap musim gugur para manula diwajibkan oleh pemerintah untuk vaksinasi agar mereka tidak terkena influenza. Kemudian setiap wanita yang berusia 30 tahun diwajibkan menjalani breast cancer test dan serangkaian tes lainnya yang semuanya itu atas biaya asuransi sosial. Sementara di negara Brunei, pemerintah juga telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memadahi sehingga rakyat dapat menikmati pelayanan kesehatan tanpa memandang strata sosial.

Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service (NPS) yang dikembangkan oleh Denhardt dan Denhardt (2007) adalah pelayanan publik harus lebih responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Nilai yang paling utama dalam NPS adalah orientasinya terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara untuk memperoleh setiap jenis pelayanan dengan baik. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas.

Sementara, dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990:41) kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, SDM pemberi pelayanan, strategi dan pelanggan (customer). Sistem pelayanan publik yang baik akan menhasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik memiliki dan menerapkan prosedur pelayanan yang jelas dan pasti serta mekanisme kontrol di dalam dirinya (built in control) sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi secara mudah dapat diketahui.

Kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM), dibutuhkan petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem pelayanan yang baik. Dalam hal pelayanan kesehatan ini, persolan kesejahteraan bagi tenaga kesehatan juga harus menjadi perhatian. Misalnya bidan-bodan desa dan tenaga kontrak masih banyak yang belum menerima gaji bahkan ada yang berbulan-bulan baru dibayarkan, sedangkan setiap harinya mereka dihadapkan dengan pasien. Akibatnya mereka lebih banyak menghilang dari desa dan menghindar dari pasien karena mereka tidak dihargai haknya. Di sisi lain, dokter-dokter sibuk dengan praktek swastanya dan mengabaikan pasien yang ada di rumah sakit, padahal kesejahteraan mereka telah dibayar oleh rakyat. Di rumah sakit-rumah sakit, para tenaga medis lebih mengutamakan uang daripada jiwa manusia, rumah sakit tidak lagi memiliki jiwa sosial tetapi yang ada rumah sakit malah di kapitalisasi.

Selain itu, sistem pelayanan juga harus sesuai dengan kebutuhan para pelanggan atau pengguna. Organisasi harus mampu merespon kebutuhan dan keinginan pengguna, dengan menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan. Karena itu petugas pelayanan perlu mengenali pengguna dengan baik sebelum dia memberikan pelayanan.

Dari diskusi di atas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki pelayanan di bidang kesehatan, antara lain: Pertama, mendorong RUU Pelayanan Publik untuk lebih memperhatikan mekanisme dan model pelayanan publik yang tidak berbelit-belit dan ramah terhadap masyarakat yang membutuhkan; Kedua, mendorong terbukanya ruang partisipasi publik dengan jalan membuka seluas-luasnya kritikan, saran, komplain maupun masukan dari masyarakat; serta Ketiga, Meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kesehatan yang lebih layak sehingga kinerja mereka dapat meningkat disamping itu perlu dilakukan pelatihan SDM bidang kesehatan secara berkala sehingga mampu bekerja lebih baik lagi.

Jumat, 24 Juli 2009

Menanti Kebijakan Pendidikan Tinggi Yang Pro Rakyat

Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat menyebutkan secara jelas tujuan nasional negara Indonesia antara lain:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejateraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Milton Friedman dalam tesisnya (Media Indonesia, 5 Desember 2005) mengatakan "Negara yang gagal adalah negara yang tidak mampu memenuhi hak-hak warga negaranya". Mengacu pendapat Friedman ini, muncul pertanyaan menarik yang perlu kita diskusikan mengenai peran negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya melalui pendidikan tinggi.
Pertanyaan yang menyeruak adalah mungkinkah kuliah gratis terjadi di Indonesia? Pasalnya biaya kuliah makin hari semakin mencekik dan nyaris tak terbeli kalangan bawah. Apalagi sejak disahkannya UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang diberlakukan pertengahan Januari yang lalu, menyebabkan kuliah gratis ibarat menonton film James Bond 007 berjudul Mission Imposible. Sesuatu yang tak mungkin terjadi, bahkan menuju kemustahilan!

Anggapan kemustahilan ini bisa sangat dipahami, mengingat regulasi yang belakangan diimplementasikan pemerintah menjadi pemicu semua perguruan tinggi (PT) untuk menggalang secara liar pungutan-pungutan masuk kuliah, mengingat pemerintah terus mengurangi subsidi dan bantuan kepada seluruh PT di tanah air. Hanya sekedar contoh, PTN yang murni menjadi badan hukum hanya menerima 30% subsidi pemerintah. Mau tak mau sisa biaya operasional kampus sebesar 70% harus dicari PTN tersebut, dan akhirnya dibebankan kepada mahasiswa.
Mengakses pendidikan memang hak asasi manusia, termasuk basic needs yang harus diterima oleh setiap warga negara. Konstitusi yang dibuat oleh para pendiri negara pun telah jelas-jelas mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pemerintah bertugas untuk membangun sistem pendidikan nasional yang mampu menampung rasa keadilan pendidikan bagi semua waega negaranya.

Sampai disini memang tidaklah mudah untuk merumuskan sebuah kebijakan yang ideal tentang pendidikan tinggi di Indonesia. Elitisme pendidikan terkadang menjadi momok tersendiri ketika berbicara menganai sistem pendidikan tinggi. Kebijakan untuk memberikan subsidi pendidikan bagi rakyat miskin adalah hal yang harus disepakati dari awal. Dengan kesepakatan ini, kemudian dicarikan alternatif kebijakan yang pro kepada orang-orang miskin.
Mendiknas Bambang Sudibyo sangat optimis kalau kuliah gratis bukanlah mission imposible. Hal ini menjadi mungkin apabila manajemen PT benar-benar cermat, cerdas dan lincah dalam menggalang dana non masyarakat (non mahasiswa) dan menggantinya melalui kerja sama dengan dunia usaha, pihak asing dan dunia industri.

Harus diakui, sampai detik ini kerja sama antara PT dengan dunia usaha, dunia industri dan donatur belum dikelola secara profesional, transparan dan akuntabel. Padahal, sejumlah PT di Eropa mampu mendesain kerja sama dan kolaborasi dengan non masyarakat sebagai pengganti subsidi pemerintah, sejaligus membangun independensi dan otonomi kampus.
Keberhasilan tata kelola pendanaan dari dunia usaha di Eropa tidak hanya mampu menjadi bumper pendanaan kampus, tetapi juga sebagai bentuk simbiosis mutualisme antara PT dan dunia usaha. PT yang telah membelanjakan dana dari pihak indusatri memiliki kewajiban untuk memasok riset dan ketersediaan SDM untuk keperluan dunia usaha.

Sebagai penutup, pemerintah harus segera menyusun skala prioritas untuk mencerdaskan bangsa, dan bisa jadi itu berawal dari bertambahnya anggaran pendidikan atau bahkan dipenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%. Model sistem pendidikan harus didesain khusus dengan memperhatikan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, hak asasi setiap manusia. Satu catatan penting untuk pemerintah dan elit perguruan tinggi negeri, bahwa rakyat miskin menantikan pendidikan yang murah, yang terjangkau sesuai dengan daya beli mereka.