1.Perkenalan/Pengantar
Elektronik government menunjuk pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah (ANOA, 2006). Website pemerintah nasional digunakan untuk memprakarsai elektronik government dan memprakarsai reformasi (perubahan) pelayanan publik. Bagaimanapun juga dua prakarsa ini dapat digunakan bersamaan dalam beberapa lembaga dengan memungkinkan beberapa koordinasi kebersamaan dalam waktu yang kecil. Kemungkinan lain, disatu sisi prakarsa elektronik government berarti untuk tujuan kebijakan bagi pelaksanaan reformasi pelayanan publik. ”Pembuatan rencana elektronik government” Jepang sebagai contoh (CIO Council, 2003). Ada perkembangan yang menarik dalam debat mengenai apakah elektronik government memiliki dampak perubahan terhadap kinerja pemerintah, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, menjadi isu hangat dalam ECEG, 2007. ”Transformasional” disini digunakan untuk membawa perubahan yang radikal dalam strategi pengarahan yang sangat berbeda dengan perubahan yang bersifat inkrimental dalam operasional rutin dari hari ke hari. Strategi dasar dari organisasi telah diartikan sebagai hal ketiga dari tujuan perubahan (Flamholtz dan Randle, 1998), di dalam perubahan manajemen dan merupakan hal kedua dari perubahan organisasi (Scholl, 2005) dalam elektronik government. Menurut Flamholtz, proses perubahan mensyaratkan perubahan yang menyeluruh dalam arah strategi. Pada dasarnya, perubahan organisasi merupakan konsep dasar dari inti perusahaan. Sama dengan Flamholtz, (Scholl, 2005) mendefinisikan hal kedua dari perubahan organisasi sebagai sebuah perubahan organisasi yang terputus yang melibatkan pergeseran paradigma, gambaran dalam pekerjaan (tugas), Levy dan Merry, (1986). Perubahan organisasi merupakan konsep yang baru (UK HM Government, 2007; Irani et.al, 2007) mungkin sebagai sinyal kondisi darurat dari keterputusan maksud perubahan, adalah perubahan sampai ke akar-akarnya dari administrasi publik untuk bergerak, dari birokrasi dan pemerintah yang tradisional dalam pelayanan publik yang seringkali tidak efisien dan tidak efektif kemudian berkembang menjadi nilai baru (Bannister, 2001), permintaan warga dalam pelayanan publik dan hasil kebijakan melalui dampak perubahan dari elektronik government untuk memenuhi permintaan yang selalu berubah dalam masyarakat global.
Junaedi (2005) mengatakan bahwa pada intinya electronic government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises) dan G2G (Government to Government/interagency relationship). Ada juga yang menambahkan satu lagi bentuk relasi tersebut yaitu G2E (Government to Employees).
2. Dampak Perubahan Dari Elektronik Government
Walaupun konsep reformasi administrasi publik bukanlah hal yang baru dalam praktik keseluruhan dan dalam penelitian-penelitian pemerintah (e.g. Light, 2006), ide baru tentang kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang lebih responsif (tanggap) terhadap publik (Teicher et.al, 2002) dan penggunaan teknologi informasi dalam reformasi pelayanan publik adalah relatif baru dan munculnya kebijakan dalam pemerintahan dan hasil penelitian multi disiplin ilmu.
2.1.Penemuan hasil Penelitian terpadu terhadap dampak perubahan dari elektronik government.
(Pejabat eksekutif kepresidenan United States, 2002) dalam ”strategy elektronik government” AS diucapkan dengan tegas, melawan perubahan dengan sungguh-sungguh. (Pejabat di kabinet 2005: UK HM pemerintah, 2007) perubahan pemerintah dimungkinkan oleh teknologi, masih ada penemuan hasil penelitian dampak perubahan dari elektronik government secara terpadu (Scholl:2005:p.1) menyimpulkan: ”Meskipun satu kelompok peneliti elektronik government menekankan dampak perubahan elektronik government pada dunia usaha pemerintah, di sisi yang lain pernyataan yang tegas ini dipertanyakan ketepatannya.
Salah satu hasil penelitian secara positif, mendukung dampak perubahan dari elektronik government. Pelayanan elektronik government yang mengagumkan seperti IRS’s e Filling yang dibuat dengan prakarsa dari pelayanan pajak online Irlandia memiliki dampak yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan publik (Bird dan Oldman 2000: O’Donnell et.al 2003) dan proses perbaikan kepercayaan publik yang sedang berlangsung (Welch et.al 2004). Dari literatur, berdasarkan hasil reviewnya terhadap dampak perubahan dari elektronik government, Scoll (2005, p.1) menyimpulkan: dalam arti yang pendek, elektronik government, adalah kapasitas keinginan untuk merubah model pemerintah lebih dari dunia usaha secara alami. Pada sisi yang lain, hasil penelitian gagal untuk menemukan bukti dampak perubahan dari elektronik government. West (2004, p. 24) menyimpulkan bahwa bukti dari penelitian ini tetap konsisten dengan cara inkrimental (bertahap) daripada mengubah perubahannya. Berdasarkan survey lokal elektronik government di AS, Nooris dan Moon (2005) juga dilaporkan sangat sedikit dampak perubahan di tingkat pemerintah daerah. Meskipun mereka memiliki kesimpulan negatif, baagaimanapun menurut saran penulis, kondisi masa depan dampak perubahan dari elektronik government mungkin menjadi masuk akal, sebagai contoh disimpulkan oleh West di halaman 24: “Sedikit dari website pemerintah dikembangkan untuk diintegrasikan secara penuh dan pelaksanaan pelayanan secara online atau sebagai langkah demokrasi yang interaktif bagi kantor pemerintah. Untuk merealisasikan perubahan kekuasaan dari internet, pegawai-pegawai kantor tersebut perlu menyandarkan diri pada model-model yang menekankan integrasi, fungsinya dan perbaikan demokrasi. Kesamaannya dengan Nooris dan Moon (2005, p. 64) disimpulkan bahwa: “Pergerakan kearah yang diintegrasikan dan transaksi melalui elektronik government mengalami proses perkembangan yang lebih lambat” dalam perbandingan untuk megetahui perkembangan yang dibuat oleh pemerintah daerah juga jauh tidak ada pengalaman-pengalaman yang tersedia dan informasi yang luas mengenai elektronik government, sungguhpun begitu, hal ini valid berdasarkan penemuan survey global elektronik government tahun 2007. Berdasarkan survey dari 1.687 website pemerintah dari 198 negara yang berbeda, hanya 28% saja dari website pemerintah mengalami kenaikan transaksi, yang tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya (West, 2007).
2.2.Pertanyaan Penelitian
Menurut West (2004), dampak perubahan dari elektronik government menunjukkan bukti bahwa:
Peningkatan utama dalam kinerja pemerintah
Penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pemerintahan untuk meningkatkan daya tanggap pemerintah
Tujuan penelitian ini menunjukkan dampak proses perubahan dari elektronik government, hasil menggali hubungan antara reformasi pelayanan publik melalui elektronik government dan kinerja pemerintah yang terkini. Dalam paper hasil penelitian ini, kami mengangkat dua pertanyaan:
1.Apakah peningkatan perubahan yang utama dalam kinerja pemerintah?
2.Seberapa luas daya tanggap pemerintah dapat diwujudkan melalui elektronik government?
3.Kantor Pajak Nasional dan Reformasi Administrasi Pajak
3.1.Latar belakang
Sebagai bagian dari reformasi struktural dari pemerintah, NTA didirikan pada tahun 1949 sebagai departemen keuangan (perwakilan yang beroperasi) untuk kontrol dan manajemen yang terentralisasi dari administrasi pajak nasional. Garis besar dan kebijakan standar dokumen perencanaan di tahun 2003 menjadi evaluasi kinerja NTA 2004. Menurut dokumen ini, NTA perlu menciptakan ”lingkungan yang menyenangkan=nyaman, bagi pembayar pajak” yang mendukung efisiensi dan efektivitas administrasi pajak. Kinerja NTA bergantung pada proses menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan=nyaman, yang didefinisikan oleh kemampuan organisasi untuk:
Menyediakan bagi pembayar pajak dengan informasi yang akurat dari prosedur administrasi dan UU yang berkaitan dengan pencatatan sendiri pajak penghasilan dan proses pembayaran pajak.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembayar pajak secara cepat, tepat dan konsisten.
Mendapatkan partisipasi dan kerja sama yang besar dari masyarakat dalam kepatuhan pemenuhan pajak mereka.
Struktur organisasi dari NTA terdiri dari kantor pusat, 11 biro pajak daerah dan 497 kantor pajak lokal sebagai permulaan. Akhir tahun ini, strukturnya tetap tidak berubah, kecuali pertambahan yang sedikit dari kantor pajak lokal menjadi 518 (NTA 2007). Meskipun, jumlah pegawai telah dikurangi secara tajam dari tahun anggaran 2004 ke anggaran 2006, yang merupakan hak dari pemerintah pusat.
David Osborne dan Peter Plastrik (2000) dalam Banishing Bureaucracy: The Five Strategies For Reinventing Government, menganjurkan strategi-strategi yang seharusnya digunakan oleh manajer publik, yaitu:
a.Menciptakan sebuah pernyataan tentang misi. Kejelasan misi sebuah organisasi publik menjadi sebuah aset yang paling penting dari sebuah organisasi pemerintah. Suatu pernyataan misi yang benar akan dapat menggerakkan suatu organisasi secara keseluruhan dari atas sampai bawah.
b.Menggunakan cara Chunking dan Hiving. Chunking mempunyai arti memecah organisasi menjadi bagian atau kelompok kecil-kecil, sedang hiving berarti menyatukan beberapa tim atau unit organisasi kecil menjadi satu.
c.Mengorganisasikan pelayanan berdasarkan misi ketimbang kekuasaan. Dengan demikian, strategi yang harus dilakukan oleh manajer publik dalam memberikan pelayanannya tidak terlalu kaku dalam mempertahankan wilayah tugasnya, tetapi lebih mengacu pada misi organisasinya. Pada saat yang sama, pengguna jasa pelayanan publik tidak menerima pelayanan yang sepotong-potong.
d.Menciptakan suatu budaya dalam misi. Untuk menanamkan sebuah misi organisasi kepada para anggotanya, maka manajer perlu membangun suatu kultur yang mengacu pada misi organisasinya. Dengan demikian, mereka dapat mengartikulasikannya ke dalam nilai dan model perilaku yang mereka inginkan.
e.Mengizinkan membuat kesalahan/kegagalan. Strategi ini memberikan kemungkinan pada setiap anggota organisasi untuk berbuat kesalahan atau mengalami kegagalan, namun tidak mengijinkan selalu berbuat salah. Dengan kata lain, kesalahan yang diperbuat atau kegagalan yang dialami oleh karyawan dianggap wajar jika terjadi sekali, untuk kemudian dipelajari dan diperbaiki.
3.2. Sejarah dari reformasi pelayanan pajak
Pada permulaan lahirnya, NTA dimaksudkan untuk memperkenalkan reformasi administrasi pajak yang radikal untuk mengontrol tingkat laju inflasi yang cepat setelah perang Jepang memakai sistem penilaian sendiri dari Amerika, namun demikian kekacauan tak terduga diciptakan diantara perusahaan tingkat kecil dan tingkat menengah, yang mana mereka tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam pajak dan pembukuan. Sebagai konsekuensinya, sekitar 70% para pembayar pajak dipersoalkan untuk dilakukan koreksi apakah tercatat sebagai pajak penghasilan atau tidak tercatat sebagai pajak penghasilan (Usui, 2002). Respon yang tidak efisien dan birokratis dalam penanganan kekacauan publik dan masalah administrasi berkembang lebih jauh, berkontribusi pada pembayar pajak kehilangan kepercayaan dari kantor administrasi pajak.
Mardiasmo (2006:7) mengatakan terdapat tiga sistem pemungutan pajak:
a.Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; 2) Wajib pajak bersifat pasif dan; 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan; 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak). Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Ada beberapa kritik dari sistem self assesment, seperti yang diungkapkan oleh Mc Donald (dalam Dan Zig:1984) yang kurang percaya apabila pembayaran pajak (secara politis dan kultural) sepenuhnya diserahkan pada kemauan dan kesadaran masyarakat akan dapat berjalan seperti kemauan (kalimat demi kalimat) ketentuan perpajakan. Bahkan Kwik Kian Gie (Pemberantasan Korupsi, 2003) menyatakan bahwa dalam sistem self assesment ”tidak ada” wajib pajak yang membayar pajak sepenuhnya sebagaimana semestinya. Pendapat ini nampaknya mendapat dukungan dari studi analisis putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) oleh Badan Analisa Fiskal (Sinopsis Hasil Penelitian 1999-2003) yang menyatakan bahwa dari 1055 perkara, ternyata 495 wajib pajak melaporkan kewajiban pajaknya secara ”tidak benar”.
3.3.Bertambahnya beban kerja administrasi pajak
Dalam tahun anggaran 2007, 53,5 trilyun yen pendapatan pajak nasional dikumpulkan oleh NTA, yang mana 64,5% mewakili dari 82,9 trilyun pendapatan nasional Jepang (NTA, 2007). Perbedaan yang kontras ini dilihat dari pendapatan pajak nasional Jepang tahun anggaran 2002 (NTA, 2002) sebesar 43,8 trilyun yen. Dengan meningkatknya pengumpulan pajak nasional, angka pendapatan dari pajak penghasilan meningkat dari individu dan pengusaha. Angka total pajak penghasilan berlanjut meningkat dari 11 juta di tahun 1978, hampir 18 juta permulaan tahun 1990; 20,4 juta di tahun 2000 dan 24,49 juta di tahun 2007 (Usui, 2002, Okada, 2002, NTA, 2007). Penambahan beban kerja administrasi pajak adalah suatu masalah dan lebih buruk lagi dengan penataan ulang di NTA yang didiskusikan di awal bagian 3.1.
Masalah bertambahnya beban kerja dari administrasi pajak adalah bagian yang serius di kantor pajak pinggir kota yang berdekatan dengan kota-kota besar. Dengan bertambahnya jumlah pembayar pajak yang berkunjung ke kantor pajak daerah untuk berkonsultasi, besarnya frekuensi para pembayar pajak ini harus menunggu beberapa jam untuk menerima pelayanan. Dengan bertambahnya jumlah dari pajak penghasilan diparuh pertama tahun 1990, ada perhatian yang sungguh-sungguh diantara para pejabat publik senior mengenai banyaknya komplain dari pembayar pajak mengenai kemacetan ini.
Baru-baru ini, perhatian yang besar dalam pengembangan elektronik government: pembayaran pajak penghasilan sendiri secara online yang diintegrasikan, dan pembayaran melalui saluran internet. Sebab itu “eletronik tax” diluncurkan pada tahun 2004 secara luas.
Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990:41) dalam Dwiyanto (2008:140) mengungkapkan kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, SDM pemberi pelayanan, strategi dan pelanggan (customers) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik memiliki dan menerapkan prosedur pelayanan yang jelas dan pasti serta mekanisme kontrol di dalam dirinya (built in control) sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi secara mudah dapat diketahui. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM), dibutuhkan petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem pelayanan yang baik.
Selain itu, sistem pelayanan juga harus sesuai dengan kebutuhan pelanggan atau pengguna. Organisasi harus mampu merespon kebutuhan dan keinginan pengguna dengan menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan. Karena itu petugas pelayanan perlu mengenali pengguna dengan baik sebelum dia memberikan pelayanan.
4.Elektronik Tax
Transaksi website NTA’s melalui “elektronik tax” adalah contoh utama usaha pemerintah Jepang dalam mereformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Software ini dikembangkan lewat jasa out sourcing dengan biaya pemerintah sebesar 50 milliar yen (NTA, 2007). “Elektronik tax” dimaksudkan untuk meningkatkan secara tajam efisiensi administrasi pajak baik dari manajemen pencatatan pajak di belakang dan konsultasi pajak di depan dan untuk mengurangi secara signifikan biaya kepatuhan pajak masyarakat: dua keuntungan (baik internal maupun eksternal). Internal bagi konsultan pajak di bagian depan dan administrasi pajak bagi NTA, dan eksternal stakeholders (para pembayar pajak). Jiro Makino, komisaris dari NTA, sekarang ini dengan elektronik government dimungkinkan reformasi pajak di tahun 2007 dilaporkan kepada pembayar pajak (NTA, 2007, p. 29): “Untuk meningkatkan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat dan mengatur operasi administrasi dengan lebih simpel, efisien dan transparan dengan penggunaan IT, dalam pelayanan kepada masyarakat dan pembaharuan operasi administrasi dan sistem, dikembangkan perencanaan mengenai elektronik government yang mulai ditentukan di bulan Juli 2003. Sejak itu pemerintah Jepang bekerja dengan mendasarkan IT untuk reformasi pelayanan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan dan kenyamanan yang lebih, dalam pelayanan publik.
4.1.Website transaksi NTA’s
Pemerintah mengoperasikan keseluruhan pemerintahan melalui portal www.e-gov.go.jp sebagai hal utama, untuk memberi kenyamanan, merupakan salah satu pintu masuk informasi online ke pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh UN (PBB) tahun 2008 dari elektronik negara global, Jepang menduduki ranking 11 di dalam kesiapan “menggunakan elektronik” dari total 192 negara anggota (United Nations, 2008). Ranking global yang baru saja ini merupakan tanda kemajuan yang dapat dilihat dari penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan Jepang dengan menggunakan elektronik government dalam memberikan pelayanan dari beberapa kantor dan departemen.
4.2.Bagan alir kerja pembayaran dan pajak penghasilan secara online
Data pajak nasional berisi data yang bersifat personal dan informasi tentang keuangan. Beberapa penembusan/penerobosan pengamanan akan mempunyai dampak negatif terhadap kredibilitas dari administrasi pajak dan hak privat informasi publik. Sehingga NTA meminta kepada wajib pajak untuk mengikuti pengamanan standard NTA, termasuk memperoleh keamanan sistem keaslian dari wajib pajak (biayanya sekitar 3.000 yen) dan tanda tangan digital.
Faktanya meskipun pemerintah pusat mendorong penggabungan dan pemakaian “e-tax”, hanya 15 dari 144 (pembuat kebijakan) menggunakan “e-tax” dalam pembayaran pajak penghasilan (The Japan Times, 2007). Gambar 5 menunjukkan cara/bagan kerja pajak penghasilan secara online diantara pengguna “e-tax”, pegawai NTA dan lembaga keuangan di atas internet.
Gambar 4: bagan kerja “e-tax” yang diadopsi dari NTA (2005)
Data ditransfer melalui ”e-tax” diproses dengan tanda tangan digital dan dikelola dengan sistem informasi manajemen yang komprehensif oleh NTA (dikenal dengan KSK sistem). Sistem proses pencatatan pajak secara internal ini dikenalkan di beberapa kantor pajak lokal di tahun 1995, lambat laun sistem pencatatan perusahaan diintegrasikan secara horizontal dan vertikal dan dioperasikan penuh diseluruh wilayah negara secara luas pada tahun 2001. Sistem KSK ini tersambung/memiliki jaringan ke seluruh biro-biro pajak daerah, kantor pajak daerah Okinawa dan kantor pusat NTA. Dimungkinkan memberi kuasa pada konsultan pajak dibagian depan, memberi pandangan-pandangan kepada wajib pajak tentang pajak penghasilan dan catatan pembayaran pajak secara online pada waktu sesi konsultasi pajak sebagaimana maksud dari audit/pemeriksaan pajak.
Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik (Indrajit:2004:15) mengatakan ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen sukses tersebut adalah: Support, Capacity dan Value. Support, merupakan elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah yaitu keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-government, bukan hanya sekedar mengikuti trend atau justru menentang inisisatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip e-government. Tanpa adanya unsur “political will” ini, mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja berdasarkan model manajemen “top down”, maka jelas dukungan implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari parapimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi (Presiden dan para pembantunya-Menteri).
Capacity adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan “impian” e-government menjadi kenyataan. Ada tiga hal minimum yang paling tidak dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen ini: 1) Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya finansial; 2) Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena fasilitas ini merupakan 50% kunci keberhasilan penerapan konsep e-government dan; 3) Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-government dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan. Perlu diperhatikan disini bahwa ketiadaan satu atau lebih elemen prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintahan tertentu dalam usahanya untuk menerapkan e-government, terlebih-lebih karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusial yang berada diluar jangkauan (wilayah kontrol) pemerintah.
Value, elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka pemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi e-government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benar-benar memberikan value (manfaat) yang secara signifikan dirasakan oleh masyarakatnya.
5.Dampak perubahan dari ”e-tax”
5.1.Peningkatan utama dari kinerja NTA
Sebagaimana didiskusikan di awal pada paper ini, kinerja NTA’s bergantung pada kemampuan untuk menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan. NTA mencoba mencapai sukses dengan meluncurkan “e-tax”, dimaksudkan NTA agar proses administrasi pajak yang masih ada menjadi lebih simpel dan membuat kenyamanan dalam mematuhi UU pajak nasional. Keberhasilan pelaksanaan dari “e-tax” ini membuat dua keuntungan utama: 1) Mengurangi biaya administrasi pajak dan; 2) Mengurangi pemenuhan biaya dari wajib pajak. Pertama, diluncurkannya program “e-tax” dimungkinkan para wajib pajak untuk menyerahkan pajak penghasilan dan pembayaran pajak melalui internet, seperti data digital yang selanjutnya ditransfer, dikelola dan diproses oleh sistem menajemen pengetahuan KSK. Penggabungan teknologi antara sistem “e-tax” yang berdasarkan web dan sistem informasi internal yang terpusat dimungkinkan untuk membangun jaringan kantor-kantor pajak NTA, konsultan pajak di bagian depan dan bagi wajib pajak untuk memberikan informasi melalui pencatatan digital, daripada pajak yang menggunakan kertas dan formulir-formulir pajak lainnya. Sebagai konsekuensinya, NTA harus dapat melakukannya lebih efisien dengan mengurangi waktu. Penting untuk dilakukan bahwa langkah-langkah dikembangkan untuk kinerja NTA direalisasikan dalam menjawab tantangan lingkungan operasional. Dengan ditambah beban kerjanya, dilanjutkan oleh NTA dengan penataan ulang para pegawai secara radikal. Beban kerja NTA ditambah tahun ini. Total jumlah pajak penghasilan di tahun 1975, menjadi 23,5 juta di tahun 2007. Di sisi yang lain, total jumlah pegawai kantor pajak di tata ulang dari 44.171 di tahun 2004 menjadi 43.870 di tahun 2007. Kedua, operasional yang efisien oleh NTA menguntungkan bagi wajib pajak: responnya diterima lebih cepat oleh mereka, untuk menjawab mengenai pertanyaan mengenai pajak mereka dan pelayanan konsultasi pajak yang lebih konsisten melalui semua kantor pajak lokal didistribusikan seluruhnya di Jepang. Pemilihan saluran “e-tax” dimungkinkan untuk mengurangi masalah kemacetan di kantor pajak lokal dan menunjukkan perhatian NTA pusat tentang ketidaknyamanan wajib pajak dengan pelayanan yang diberikan oleh NTA.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mereformasi pelayanan adalah melalui pendekatan NPS (New Public Servis). NPS mencoba menemukan kembali makna kepada siapa sesungguhnya pelayanan itu diberikan. Nilai yang paling utama dalam NPS adalah orientasinya terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara untuk memperoleh setiap jenis pelayanan dengan baik. Pemerintah daerah harus memiliki pemahaman tentang berbagai paradigma penyelenggaraan pemerintah moderen dan menjadikannya sebagai landasan berpijak untuk melakukan reformasi birokrasi di semua tingkatan.
Berikut ini diuraikan secara singkat prinsip-prinsip NPS yang dikembangkan oleh Denhardt dan Denhardt (2007):
1.Melayani daripada mengawasi (serve, rather than steer). Peran pelayanan yang semakin penting adalah untuk membantu warga Negara dalam mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan bersama mereka, daripada mengawasi atau mengendalikan masyarakat menurut berbagai aturan baru.
2.Kepentingan publik merupakan tujuan, bukan efek samping (seek the public interest). Administrator publik harus memberikan kontribusi untuk membangun sebuah gagasan bersama mengenai kepentingan publik. Tujuan tersebut tidak untuk menemukan berbagai solusi secara cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu, melainkan melalui penciptaan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
3.Berpikir secara strategis, bertindak secara demokratis (think strategically, act democratically). Berbagai kebijakan dan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik dapat dicapai secara bertanggungjawab dan paling efektif melalui usaha-usaha kolektif dan proses kolaboratif.
4.Melayani warga Negara, bukan pelanggan (service citizen, not costomer). Kepentingan publik berasal dari sebuah dialog mengenai nilai-nilai bersama daripada kumpulan berbagai kepentingan individu. Oleh karena itu, pelayanan publik itu tidak semata-mata merespon berbagai tuntutan pelanggan, tetapi fokus pada hubungan-hubungan yang dapat membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antar warga negara.
5.Akuntabilitas tidaklah sederhana (recognize that accountability is not simple). Para pelayan publik hendaklah lebih memberikan perhatian khusus tidak hanya pada permintaan pasar. Mereka seharusnya juga patuh pada konstitusi dan bentuk perundang-undangan lainnya, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar profesi dan kepentingan warga Negara.
6.Menghargai orang, bukan sekedar produktivitas (value people, not just productivity). Berbagai organisasi publik dan jaringan partisipasinya akan lebih berhasil dalam jangka panjang jika mereka bekerja melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama atas dasar penghormatan pada semua orang.
7.Menghargai warga Negara dan pelayanan publik lebih dari orientasi bisnis (value citizenship over entrepreneurship). Kepentingan publik sebaiknya diperjuangkan oleh pelayan publik dan warga negara dengan komitmen memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat daripada oleh manajer yang berorientasi bisnis yang bertindak seakan-akan menguasai uang masyarakat.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service yaitu pelayanan publik yang responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas. Dengan demikian karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
Di samping itu pelayanan publik model baru harus bersifat non diskriminatif sebagaimana dimaksud oleh dasar teoritis yang digunakan, yaitu teori demokrasi yang menjamin adanya persamaan warga tanpa membeda-bedakan asal-usul, suku, ras, etnik, agama dan latar belakang kepartaian. Ini berarti setiap warga negara diperlakukan secara sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima layanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar dari sifat-sifat nepotisme dan primordialisme.
5.2.“e-tax” adalah daya tanggap pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
Manajer senior menganggap, persoalan yang sulit untuk mencapai sukses dalam meningkatkan kinerja yang utama; pertambahan efisiensi dalam administrasi pajak dan perubahan paradigma dalam pelayanan pajak yang baru kepada warga negara, tanpa disertai penurunan dari kenaikan transaksi melalui “e-tax” merugikan sekali terutama di lingkungan operasional mereka. Di samping persepsi yang menimbulkan kesan yang menyenangkan dari manajer senior di NTA, internal stakeholder yang memprakarsai digunakannya “e-tax” mengatakan tidak ada bukti positif atau negatif yang lain bagi kami untuk menyimpulkan bahwa “e-tax” bertanggungjawab atau tidak untuk peningkatan yang utama dalam kinerja NTA?
Di tahun 2006, lebih kurang dua tahun sejak diluncurkannya “e-tax”, penambahan jumlah pajak penghasilan yang dicatat melalui “e-tax” adalah 1.057.153. Di tahun 2007, sejak tiga tahun sejak diluncurkan, angka pajak penghasilan bertambah menjadi 1,6 juta lebih. Ini merupakan langkah awal dari perbandingan yang baik dari penyebaran yang cepat melawan pemangkasan hal-hal yang kurang baik yang dilaporkan dari kenaikan sistem “e-tax” dalam e-government suatu negara seperti di Inggris (Kablenet, 2007). Meskipun begitu perlu untuk mendukung pemangkasan prosedur dari “e-tax” agar lebih efektif diberikan angka dari akses website NTA yang telah mengalami pertambahan terus-menerus, pertambahan hampir 11 juta mengunjung selama periode pajak dan melebihi angka jumlah pajak penghasilan yang dibukukan.
6.Diskusi dan Kesimpulan
6.1.E-government (teknologi yang mengagumkan)
Dalam studi kasus ini, kami menjelaskan pengalaman yang diintegrasikan (digabungkan) sistem ”e-tax” yang didesain sebagai perangkat lunak untuk proses perubahan kantor pajak nasional yang tradisional menjadi lingkungan operasional yang menarik dalam penyediaan pelayanan administrasi pajak bagi warga negara. Penggabungan sistem pengalamam sistem e-government memungkinkan proses perubahan dari NTA sebagai jaringan hubungan sharing (pertukaran) informasi organisasi semua konsultan pajak di bagian depan dan staf di bagian belakang.
6.2.Memberi kepercayaan kita mengenai kekuatan lebih dari e-government
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang mengukur pengaruh perubahan dari e-government pada kinerja dan reformasi pelayanan publik. Dalam penelitian ini, kita tidak diberi tahu pengaruh perubahan e-government pada para pembayar pajak. Sebagai contoh, kepuasan publik terhadap ”e-tax” tidak secara jelas diteliti, walaupun peningkatan ”e-tax” dari tahun 2004-2007 dapat dianggap sebagai bukti apresiasi publik terhadap layanan publik NTA yang merupakan bentuk e-government. Penelitian dimasa mendatang diperlukan untukmengatasi keterbatasan dalam penelitian ini melalui survey pada para pengguna ”e-tax” maupun pada non pengguna.
Daftar Pustaka
Ali Rokhman. “Kesiapan Pegawai Dalam Menghadapi Modernisasi: (Studi Tentang Efektivitas Pelatihan Pegawai Dirjen Pajak)”, Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN, Vol. 1. No.2, November, 2007.
Denhardt and Denhardt. 2007. The New Public Service, Serving, Not Steering, M.E. Sharpe, New York.
Dwiyanto, Agus. 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus. 2006, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dr. Gunadi. “Reformasi Administrasi Perpajakan Dalam Rangka Kontribusi Menuju Good Governance”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi No. 1/Vol. XII, Januari, 2004.
Indrajit, Richardus Eko. 2004. Electronic Government, Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, Andi Offset, Yogyakarta.
Indrajit, Richardus Eko, dkk. 2005. e-Government In Action Ragam Kasus Implementasi Sukses Di Berbagai Belahan Dunia, Andi Offset, Yogyakarta.
Junaidi. 2005. “E-Government Dalam Bingkai Reformasi Administrasi Publik Menuju Good Governance” JKAP Vol. 9 Hal. 55-67 MAP UGM, Yogyakarta.
Kaiman Turnip. 2003. “Birokrasi Masa Depan Dengan Penggunaan Information Technology (Global Network)”, JKAP Vol. 7 No. 1, MAP UGM, Yogyakarta.
Mardiasmo. 2006. Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Andi Offset, Yogyakarta.
Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Banishing Bereaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government (alih bahasa Abdul Rosyid, Ramelan), Teruna Grafica, Jakarta.
Safri Nurmantu. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Perpajakan”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, No. 1/Vol. XV, Januari, 2007.
Subarsono. 2004. “Reposisi Lembaga Perpajakan”, JKAP Vol. 8, No. 2, MAP UGM, Yogyakarta.
Elektronik government menunjuk pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet, untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah (ANOA, 2006). Website pemerintah nasional digunakan untuk memprakarsai elektronik government dan memprakarsai reformasi (perubahan) pelayanan publik. Bagaimanapun juga dua prakarsa ini dapat digunakan bersamaan dalam beberapa lembaga dengan memungkinkan beberapa koordinasi kebersamaan dalam waktu yang kecil. Kemungkinan lain, disatu sisi prakarsa elektronik government berarti untuk tujuan kebijakan bagi pelaksanaan reformasi pelayanan publik. ”Pembuatan rencana elektronik government” Jepang sebagai contoh (CIO Council, 2003). Ada perkembangan yang menarik dalam debat mengenai apakah elektronik government memiliki dampak perubahan terhadap kinerja pemerintah, tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, menjadi isu hangat dalam ECEG, 2007. ”Transformasional” disini digunakan untuk membawa perubahan yang radikal dalam strategi pengarahan yang sangat berbeda dengan perubahan yang bersifat inkrimental dalam operasional rutin dari hari ke hari. Strategi dasar dari organisasi telah diartikan sebagai hal ketiga dari tujuan perubahan (Flamholtz dan Randle, 1998), di dalam perubahan manajemen dan merupakan hal kedua dari perubahan organisasi (Scholl, 2005) dalam elektronik government. Menurut Flamholtz, proses perubahan mensyaratkan perubahan yang menyeluruh dalam arah strategi. Pada dasarnya, perubahan organisasi merupakan konsep dasar dari inti perusahaan. Sama dengan Flamholtz, (Scholl, 2005) mendefinisikan hal kedua dari perubahan organisasi sebagai sebuah perubahan organisasi yang terputus yang melibatkan pergeseran paradigma, gambaran dalam pekerjaan (tugas), Levy dan Merry, (1986). Perubahan organisasi merupakan konsep yang baru (UK HM Government, 2007; Irani et.al, 2007) mungkin sebagai sinyal kondisi darurat dari keterputusan maksud perubahan, adalah perubahan sampai ke akar-akarnya dari administrasi publik untuk bergerak, dari birokrasi dan pemerintah yang tradisional dalam pelayanan publik yang seringkali tidak efisien dan tidak efektif kemudian berkembang menjadi nilai baru (Bannister, 2001), permintaan warga dalam pelayanan publik dan hasil kebijakan melalui dampak perubahan dari elektronik government untuk memenuhi permintaan yang selalu berubah dalam masyarakat global.
Junaedi (2005) mengatakan bahwa pada intinya electronic government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business Enterprises) dan G2G (Government to Government/interagency relationship). Ada juga yang menambahkan satu lagi bentuk relasi tersebut yaitu G2E (Government to Employees).
2. Dampak Perubahan Dari Elektronik Government
Walaupun konsep reformasi administrasi publik bukanlah hal yang baru dalam praktik keseluruhan dan dalam penelitian-penelitian pemerintah (e.g. Light, 2006), ide baru tentang kualitas pelayanan publik dan pemerintah yang lebih responsif (tanggap) terhadap publik (Teicher et.al, 2002) dan penggunaan teknologi informasi dalam reformasi pelayanan publik adalah relatif baru dan munculnya kebijakan dalam pemerintahan dan hasil penelitian multi disiplin ilmu.
2.1.Penemuan hasil Penelitian terpadu terhadap dampak perubahan dari elektronik government.
(Pejabat eksekutif kepresidenan United States, 2002) dalam ”strategy elektronik government” AS diucapkan dengan tegas, melawan perubahan dengan sungguh-sungguh. (Pejabat di kabinet 2005: UK HM pemerintah, 2007) perubahan pemerintah dimungkinkan oleh teknologi, masih ada penemuan hasil penelitian dampak perubahan dari elektronik government secara terpadu (Scholl:2005:p.1) menyimpulkan: ”Meskipun satu kelompok peneliti elektronik government menekankan dampak perubahan elektronik government pada dunia usaha pemerintah, di sisi yang lain pernyataan yang tegas ini dipertanyakan ketepatannya.
Salah satu hasil penelitian secara positif, mendukung dampak perubahan dari elektronik government. Pelayanan elektronik government yang mengagumkan seperti IRS’s e Filling yang dibuat dengan prakarsa dari pelayanan pajak online Irlandia memiliki dampak yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan publik (Bird dan Oldman 2000: O’Donnell et.al 2003) dan proses perbaikan kepercayaan publik yang sedang berlangsung (Welch et.al 2004). Dari literatur, berdasarkan hasil reviewnya terhadap dampak perubahan dari elektronik government, Scoll (2005, p.1) menyimpulkan: dalam arti yang pendek, elektronik government, adalah kapasitas keinginan untuk merubah model pemerintah lebih dari dunia usaha secara alami. Pada sisi yang lain, hasil penelitian gagal untuk menemukan bukti dampak perubahan dari elektronik government. West (2004, p. 24) menyimpulkan bahwa bukti dari penelitian ini tetap konsisten dengan cara inkrimental (bertahap) daripada mengubah perubahannya. Berdasarkan survey lokal elektronik government di AS, Nooris dan Moon (2005) juga dilaporkan sangat sedikit dampak perubahan di tingkat pemerintah daerah. Meskipun mereka memiliki kesimpulan negatif, baagaimanapun menurut saran penulis, kondisi masa depan dampak perubahan dari elektronik government mungkin menjadi masuk akal, sebagai contoh disimpulkan oleh West di halaman 24: “Sedikit dari website pemerintah dikembangkan untuk diintegrasikan secara penuh dan pelaksanaan pelayanan secara online atau sebagai langkah demokrasi yang interaktif bagi kantor pemerintah. Untuk merealisasikan perubahan kekuasaan dari internet, pegawai-pegawai kantor tersebut perlu menyandarkan diri pada model-model yang menekankan integrasi, fungsinya dan perbaikan demokrasi. Kesamaannya dengan Nooris dan Moon (2005, p. 64) disimpulkan bahwa: “Pergerakan kearah yang diintegrasikan dan transaksi melalui elektronik government mengalami proses perkembangan yang lebih lambat” dalam perbandingan untuk megetahui perkembangan yang dibuat oleh pemerintah daerah juga jauh tidak ada pengalaman-pengalaman yang tersedia dan informasi yang luas mengenai elektronik government, sungguhpun begitu, hal ini valid berdasarkan penemuan survey global elektronik government tahun 2007. Berdasarkan survey dari 1.687 website pemerintah dari 198 negara yang berbeda, hanya 28% saja dari website pemerintah mengalami kenaikan transaksi, yang tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya (West, 2007).
2.2.Pertanyaan Penelitian
Menurut West (2004), dampak perubahan dari elektronik government menunjukkan bukti bahwa:
Peningkatan utama dalam kinerja pemerintah
Penggunaan teknologi informasi (IT) dalam pemerintahan untuk meningkatkan daya tanggap pemerintah
Tujuan penelitian ini menunjukkan dampak proses perubahan dari elektronik government, hasil menggali hubungan antara reformasi pelayanan publik melalui elektronik government dan kinerja pemerintah yang terkini. Dalam paper hasil penelitian ini, kami mengangkat dua pertanyaan:
1.Apakah peningkatan perubahan yang utama dalam kinerja pemerintah?
2.Seberapa luas daya tanggap pemerintah dapat diwujudkan melalui elektronik government?
3.Kantor Pajak Nasional dan Reformasi Administrasi Pajak
3.1.Latar belakang
Sebagai bagian dari reformasi struktural dari pemerintah, NTA didirikan pada tahun 1949 sebagai departemen keuangan (perwakilan yang beroperasi) untuk kontrol dan manajemen yang terentralisasi dari administrasi pajak nasional. Garis besar dan kebijakan standar dokumen perencanaan di tahun 2003 menjadi evaluasi kinerja NTA 2004. Menurut dokumen ini, NTA perlu menciptakan ”lingkungan yang menyenangkan=nyaman, bagi pembayar pajak” yang mendukung efisiensi dan efektivitas administrasi pajak. Kinerja NTA bergantung pada proses menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan=nyaman, yang didefinisikan oleh kemampuan organisasi untuk:
Menyediakan bagi pembayar pajak dengan informasi yang akurat dari prosedur administrasi dan UU yang berkaitan dengan pencatatan sendiri pajak penghasilan dan proses pembayaran pajak.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembayar pajak secara cepat, tepat dan konsisten.
Mendapatkan partisipasi dan kerja sama yang besar dari masyarakat dalam kepatuhan pemenuhan pajak mereka.
Struktur organisasi dari NTA terdiri dari kantor pusat, 11 biro pajak daerah dan 497 kantor pajak lokal sebagai permulaan. Akhir tahun ini, strukturnya tetap tidak berubah, kecuali pertambahan yang sedikit dari kantor pajak lokal menjadi 518 (NTA 2007). Meskipun, jumlah pegawai telah dikurangi secara tajam dari tahun anggaran 2004 ke anggaran 2006, yang merupakan hak dari pemerintah pusat.
David Osborne dan Peter Plastrik (2000) dalam Banishing Bureaucracy: The Five Strategies For Reinventing Government, menganjurkan strategi-strategi yang seharusnya digunakan oleh manajer publik, yaitu:
a.Menciptakan sebuah pernyataan tentang misi. Kejelasan misi sebuah organisasi publik menjadi sebuah aset yang paling penting dari sebuah organisasi pemerintah. Suatu pernyataan misi yang benar akan dapat menggerakkan suatu organisasi secara keseluruhan dari atas sampai bawah.
b.Menggunakan cara Chunking dan Hiving. Chunking mempunyai arti memecah organisasi menjadi bagian atau kelompok kecil-kecil, sedang hiving berarti menyatukan beberapa tim atau unit organisasi kecil menjadi satu.
c.Mengorganisasikan pelayanan berdasarkan misi ketimbang kekuasaan. Dengan demikian, strategi yang harus dilakukan oleh manajer publik dalam memberikan pelayanannya tidak terlalu kaku dalam mempertahankan wilayah tugasnya, tetapi lebih mengacu pada misi organisasinya. Pada saat yang sama, pengguna jasa pelayanan publik tidak menerima pelayanan yang sepotong-potong.
d.Menciptakan suatu budaya dalam misi. Untuk menanamkan sebuah misi organisasi kepada para anggotanya, maka manajer perlu membangun suatu kultur yang mengacu pada misi organisasinya. Dengan demikian, mereka dapat mengartikulasikannya ke dalam nilai dan model perilaku yang mereka inginkan.
e.Mengizinkan membuat kesalahan/kegagalan. Strategi ini memberikan kemungkinan pada setiap anggota organisasi untuk berbuat kesalahan atau mengalami kegagalan, namun tidak mengijinkan selalu berbuat salah. Dengan kata lain, kesalahan yang diperbuat atau kegagalan yang dialami oleh karyawan dianggap wajar jika terjadi sekali, untuk kemudian dipelajari dan diperbaiki.
3.2. Sejarah dari reformasi pelayanan pajak
Pada permulaan lahirnya, NTA dimaksudkan untuk memperkenalkan reformasi administrasi pajak yang radikal untuk mengontrol tingkat laju inflasi yang cepat setelah perang Jepang memakai sistem penilaian sendiri dari Amerika, namun demikian kekacauan tak terduga diciptakan diantara perusahaan tingkat kecil dan tingkat menengah, yang mana mereka tidak mempunyai pengetahuan yang mencukupi dalam pajak dan pembukuan. Sebagai konsekuensinya, sekitar 70% para pembayar pajak dipersoalkan untuk dilakukan koreksi apakah tercatat sebagai pajak penghasilan atau tidak tercatat sebagai pajak penghasilan (Usui, 2002). Respon yang tidak efisien dan birokratis dalam penanganan kekacauan publik dan masalah administrasi berkembang lebih jauh, berkontribusi pada pembayar pajak kehilangan kepercayaan dari kantor administrasi pajak.
Mardiasmo (2006:7) mengatakan terdapat tiga sistem pemungutan pajak:
a.Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus; 2) Wajib pajak bersifat pasif dan; 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; 2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan; 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak). Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Ada beberapa kritik dari sistem self assesment, seperti yang diungkapkan oleh Mc Donald (dalam Dan Zig:1984) yang kurang percaya apabila pembayaran pajak (secara politis dan kultural) sepenuhnya diserahkan pada kemauan dan kesadaran masyarakat akan dapat berjalan seperti kemauan (kalimat demi kalimat) ketentuan perpajakan. Bahkan Kwik Kian Gie (Pemberantasan Korupsi, 2003) menyatakan bahwa dalam sistem self assesment ”tidak ada” wajib pajak yang membayar pajak sepenuhnya sebagaimana semestinya. Pendapat ini nampaknya mendapat dukungan dari studi analisis putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) oleh Badan Analisa Fiskal (Sinopsis Hasil Penelitian 1999-2003) yang menyatakan bahwa dari 1055 perkara, ternyata 495 wajib pajak melaporkan kewajiban pajaknya secara ”tidak benar”.
3.3.Bertambahnya beban kerja administrasi pajak
Dalam tahun anggaran 2007, 53,5 trilyun yen pendapatan pajak nasional dikumpulkan oleh NTA, yang mana 64,5% mewakili dari 82,9 trilyun pendapatan nasional Jepang (NTA, 2007). Perbedaan yang kontras ini dilihat dari pendapatan pajak nasional Jepang tahun anggaran 2002 (NTA, 2002) sebesar 43,8 trilyun yen. Dengan meningkatknya pengumpulan pajak nasional, angka pendapatan dari pajak penghasilan meningkat dari individu dan pengusaha. Angka total pajak penghasilan berlanjut meningkat dari 11 juta di tahun 1978, hampir 18 juta permulaan tahun 1990; 20,4 juta di tahun 2000 dan 24,49 juta di tahun 2007 (Usui, 2002, Okada, 2002, NTA, 2007). Penambahan beban kerja administrasi pajak adalah suatu masalah dan lebih buruk lagi dengan penataan ulang di NTA yang didiskusikan di awal bagian 3.1.
Masalah bertambahnya beban kerja dari administrasi pajak adalah bagian yang serius di kantor pajak pinggir kota yang berdekatan dengan kota-kota besar. Dengan bertambahnya jumlah pembayar pajak yang berkunjung ke kantor pajak daerah untuk berkonsultasi, besarnya frekuensi para pembayar pajak ini harus menunggu beberapa jam untuk menerima pelayanan. Dengan bertambahnya jumlah dari pajak penghasilan diparuh pertama tahun 1990, ada perhatian yang sungguh-sungguh diantara para pejabat publik senior mengenai banyaknya komplain dari pembayar pajak mengenai kemacetan ini.
Baru-baru ini, perhatian yang besar dalam pengembangan elektronik government: pembayaran pajak penghasilan sendiri secara online yang diintegrasikan, dan pembayaran melalui saluran internet. Sebab itu “eletronik tax” diluncurkan pada tahun 2004 secara luas.
Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990:41) dalam Dwiyanto (2008:140) mengungkapkan kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, SDM pemberi pelayanan, strategi dan pelanggan (customers) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik memiliki dan menerapkan prosedur pelayanan yang jelas dan pasti serta mekanisme kontrol di dalam dirinya (built in control) sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi secara mudah dapat diketahui. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM), dibutuhkan petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem pelayanan yang baik.
Selain itu, sistem pelayanan juga harus sesuai dengan kebutuhan pelanggan atau pengguna. Organisasi harus mampu merespon kebutuhan dan keinginan pengguna dengan menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan. Karena itu petugas pelayanan perlu mengenali pengguna dengan baik sebelum dia memberikan pelayanan.
4.Elektronik Tax
Transaksi website NTA’s melalui “elektronik tax” adalah contoh utama usaha pemerintah Jepang dalam mereformasi pelayanan publik melalui elektronik government. Software ini dikembangkan lewat jasa out sourcing dengan biaya pemerintah sebesar 50 milliar yen (NTA, 2007). “Elektronik tax” dimaksudkan untuk meningkatkan secara tajam efisiensi administrasi pajak baik dari manajemen pencatatan pajak di belakang dan konsultasi pajak di depan dan untuk mengurangi secara signifikan biaya kepatuhan pajak masyarakat: dua keuntungan (baik internal maupun eksternal). Internal bagi konsultan pajak di bagian depan dan administrasi pajak bagi NTA, dan eksternal stakeholders (para pembayar pajak). Jiro Makino, komisaris dari NTA, sekarang ini dengan elektronik government dimungkinkan reformasi pajak di tahun 2007 dilaporkan kepada pembayar pajak (NTA, 2007, p. 29): “Untuk meningkatkan kenyamanan pelayanan bagi masyarakat dan mengatur operasi administrasi dengan lebih simpel, efisien dan transparan dengan penggunaan IT, dalam pelayanan kepada masyarakat dan pembaharuan operasi administrasi dan sistem, dikembangkan perencanaan mengenai elektronik government yang mulai ditentukan di bulan Juli 2003. Sejak itu pemerintah Jepang bekerja dengan mendasarkan IT untuk reformasi pelayanan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan dan kenyamanan yang lebih, dalam pelayanan publik.
4.1.Website transaksi NTA’s
Pemerintah mengoperasikan keseluruhan pemerintahan melalui portal www.e-gov.go.jp sebagai hal utama, untuk memberi kenyamanan, merupakan salah satu pintu masuk informasi online ke pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh UN (PBB) tahun 2008 dari elektronik negara global, Jepang menduduki ranking 11 di dalam kesiapan “menggunakan elektronik” dari total 192 negara anggota (United Nations, 2008). Ranking global yang baru saja ini merupakan tanda kemajuan yang dapat dilihat dari penggunaan teknologi informasi dalam pemerintahan Jepang dengan menggunakan elektronik government dalam memberikan pelayanan dari beberapa kantor dan departemen.
4.2.Bagan alir kerja pembayaran dan pajak penghasilan secara online
Data pajak nasional berisi data yang bersifat personal dan informasi tentang keuangan. Beberapa penembusan/penerobosan pengamanan akan mempunyai dampak negatif terhadap kredibilitas dari administrasi pajak dan hak privat informasi publik. Sehingga NTA meminta kepada wajib pajak untuk mengikuti pengamanan standard NTA, termasuk memperoleh keamanan sistem keaslian dari wajib pajak (biayanya sekitar 3.000 yen) dan tanda tangan digital.
Faktanya meskipun pemerintah pusat mendorong penggabungan dan pemakaian “e-tax”, hanya 15 dari 144 (pembuat kebijakan) menggunakan “e-tax” dalam pembayaran pajak penghasilan (The Japan Times, 2007). Gambar 5 menunjukkan cara/bagan kerja pajak penghasilan secara online diantara pengguna “e-tax”, pegawai NTA dan lembaga keuangan di atas internet.
Gambar 4: bagan kerja “e-tax” yang diadopsi dari NTA (2005)
Data ditransfer melalui ”e-tax” diproses dengan tanda tangan digital dan dikelola dengan sistem informasi manajemen yang komprehensif oleh NTA (dikenal dengan KSK sistem). Sistem proses pencatatan pajak secara internal ini dikenalkan di beberapa kantor pajak lokal di tahun 1995, lambat laun sistem pencatatan perusahaan diintegrasikan secara horizontal dan vertikal dan dioperasikan penuh diseluruh wilayah negara secara luas pada tahun 2001. Sistem KSK ini tersambung/memiliki jaringan ke seluruh biro-biro pajak daerah, kantor pajak daerah Okinawa dan kantor pusat NTA. Dimungkinkan memberi kuasa pada konsultan pajak dibagian depan, memberi pandangan-pandangan kepada wajib pajak tentang pajak penghasilan dan catatan pembayaran pajak secara online pada waktu sesi konsultasi pajak sebagaimana maksud dari audit/pemeriksaan pajak.
Menurut hasil kajian dan riset dari Harvard JFK School of Government, untuk menerapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik (Indrajit:2004:15) mengatakan ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Masing-masing elemen sukses tersebut adalah: Support, Capacity dan Value. Support, merupakan elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah yaitu keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-government, bukan hanya sekedar mengikuti trend atau justru menentang inisisatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip e-government. Tanpa adanya unsur “political will” ini, mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan dengan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekerja berdasarkan model manajemen “top down”, maka jelas dukungan implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari parapimpinan pemerintahan yang berada pada level tertinggi (Presiden dan para pembantunya-Menteri).
Capacity adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari pemerintah setempat dalam mewujudkan “impian” e-government menjadi kenyataan. Ada tiga hal minimum yang paling tidak dimiliki oleh pemerintah sehubungan dengan elemen ini: 1) Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya finansial; 2) Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena fasilitas ini merupakan 50% kunci keberhasilan penerapan konsep e-government dan; 3) Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-government dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan. Perlu diperhatikan disini bahwa ketiadaan satu atau lebih elemen prasyarat tersebut janganlah dijadikan alasan tertundanya sebuah pemerintahan tertentu dalam usahanya untuk menerapkan e-government, terlebih-lebih karena banyaknya fasilitas dan sumber daya krusial yang berada diluar jangkauan (wilayah kontrol) pemerintah.
Value, elemen pertama dan kedua merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dengan adanya implementasi konsep tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-government bukanlah kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan mereka yang berkepentingan (demand side). Untuk itulah maka pemerintah harus benar-benar teliti dalam memilih prioritas jenis aplikasi e-government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benar-benar memberikan value (manfaat) yang secara signifikan dirasakan oleh masyarakatnya.
5.Dampak perubahan dari ”e-tax”
5.1.Peningkatan utama dari kinerja NTA
Sebagaimana didiskusikan di awal pada paper ini, kinerja NTA’s bergantung pada kemampuan untuk menciptakan lingkungan pajak yang menyenangkan. NTA mencoba mencapai sukses dengan meluncurkan “e-tax”, dimaksudkan NTA agar proses administrasi pajak yang masih ada menjadi lebih simpel dan membuat kenyamanan dalam mematuhi UU pajak nasional. Keberhasilan pelaksanaan dari “e-tax” ini membuat dua keuntungan utama: 1) Mengurangi biaya administrasi pajak dan; 2) Mengurangi pemenuhan biaya dari wajib pajak. Pertama, diluncurkannya program “e-tax” dimungkinkan para wajib pajak untuk menyerahkan pajak penghasilan dan pembayaran pajak melalui internet, seperti data digital yang selanjutnya ditransfer, dikelola dan diproses oleh sistem menajemen pengetahuan KSK. Penggabungan teknologi antara sistem “e-tax” yang berdasarkan web dan sistem informasi internal yang terpusat dimungkinkan untuk membangun jaringan kantor-kantor pajak NTA, konsultan pajak di bagian depan dan bagi wajib pajak untuk memberikan informasi melalui pencatatan digital, daripada pajak yang menggunakan kertas dan formulir-formulir pajak lainnya. Sebagai konsekuensinya, NTA harus dapat melakukannya lebih efisien dengan mengurangi waktu. Penting untuk dilakukan bahwa langkah-langkah dikembangkan untuk kinerja NTA direalisasikan dalam menjawab tantangan lingkungan operasional. Dengan ditambah beban kerjanya, dilanjutkan oleh NTA dengan penataan ulang para pegawai secara radikal. Beban kerja NTA ditambah tahun ini. Total jumlah pajak penghasilan di tahun 1975, menjadi 23,5 juta di tahun 2007. Di sisi yang lain, total jumlah pegawai kantor pajak di tata ulang dari 44.171 di tahun 2004 menjadi 43.870 di tahun 2007. Kedua, operasional yang efisien oleh NTA menguntungkan bagi wajib pajak: responnya diterima lebih cepat oleh mereka, untuk menjawab mengenai pertanyaan mengenai pajak mereka dan pelayanan konsultasi pajak yang lebih konsisten melalui semua kantor pajak lokal didistribusikan seluruhnya di Jepang. Pemilihan saluran “e-tax” dimungkinkan untuk mengurangi masalah kemacetan di kantor pajak lokal dan menunjukkan perhatian NTA pusat tentang ketidaknyamanan wajib pajak dengan pelayanan yang diberikan oleh NTA.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan sebagai upaya mereformasi pelayanan adalah melalui pendekatan NPS (New Public Servis). NPS mencoba menemukan kembali makna kepada siapa sesungguhnya pelayanan itu diberikan. Nilai yang paling utama dalam NPS adalah orientasinya terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara untuk memperoleh setiap jenis pelayanan dengan baik. Pemerintah daerah harus memiliki pemahaman tentang berbagai paradigma penyelenggaraan pemerintah moderen dan menjadikannya sebagai landasan berpijak untuk melakukan reformasi birokrasi di semua tingkatan.
Berikut ini diuraikan secara singkat prinsip-prinsip NPS yang dikembangkan oleh Denhardt dan Denhardt (2007):
1.Melayani daripada mengawasi (serve, rather than steer). Peran pelayanan yang semakin penting adalah untuk membantu warga Negara dalam mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan bersama mereka, daripada mengawasi atau mengendalikan masyarakat menurut berbagai aturan baru.
2.Kepentingan publik merupakan tujuan, bukan efek samping (seek the public interest). Administrator publik harus memberikan kontribusi untuk membangun sebuah gagasan bersama mengenai kepentingan publik. Tujuan tersebut tidak untuk menemukan berbagai solusi secara cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan individu, melainkan melalui penciptaan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama.
3.Berpikir secara strategis, bertindak secara demokratis (think strategically, act democratically). Berbagai kebijakan dan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik dapat dicapai secara bertanggungjawab dan paling efektif melalui usaha-usaha kolektif dan proses kolaboratif.
4.Melayani warga Negara, bukan pelanggan (service citizen, not costomer). Kepentingan publik berasal dari sebuah dialog mengenai nilai-nilai bersama daripada kumpulan berbagai kepentingan individu. Oleh karena itu, pelayanan publik itu tidak semata-mata merespon berbagai tuntutan pelanggan, tetapi fokus pada hubungan-hubungan yang dapat membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antar warga negara.
5.Akuntabilitas tidaklah sederhana (recognize that accountability is not simple). Para pelayan publik hendaklah lebih memberikan perhatian khusus tidak hanya pada permintaan pasar. Mereka seharusnya juga patuh pada konstitusi dan bentuk perundang-undangan lainnya, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar profesi dan kepentingan warga Negara.
6.Menghargai orang, bukan sekedar produktivitas (value people, not just productivity). Berbagai organisasi publik dan jaringan partisipasinya akan lebih berhasil dalam jangka panjang jika mereka bekerja melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama atas dasar penghormatan pada semua orang.
7.Menghargai warga Negara dan pelayanan publik lebih dari orientasi bisnis (value citizenship over entrepreneurship). Kepentingan publik sebaiknya diperjuangkan oleh pelayan publik dan warga negara dengan komitmen memberikan kontribusi yang bermakna bagi masyarakat daripada oleh manajer yang berorientasi bisnis yang bertindak seakan-akan menguasai uang masyarakat.
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service yaitu pelayanan publik yang responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas. Dengan demikian karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
Di samping itu pelayanan publik model baru harus bersifat non diskriminatif sebagaimana dimaksud oleh dasar teoritis yang digunakan, yaitu teori demokrasi yang menjamin adanya persamaan warga tanpa membeda-bedakan asal-usul, suku, ras, etnik, agama dan latar belakang kepartaian. Ini berarti setiap warga negara diperlakukan secara sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik dalam menerima layanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar dari sifat-sifat nepotisme dan primordialisme.
5.2.“e-tax” adalah daya tanggap pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
Manajer senior menganggap, persoalan yang sulit untuk mencapai sukses dalam meningkatkan kinerja yang utama; pertambahan efisiensi dalam administrasi pajak dan perubahan paradigma dalam pelayanan pajak yang baru kepada warga negara, tanpa disertai penurunan dari kenaikan transaksi melalui “e-tax” merugikan sekali terutama di lingkungan operasional mereka. Di samping persepsi yang menimbulkan kesan yang menyenangkan dari manajer senior di NTA, internal stakeholder yang memprakarsai digunakannya “e-tax” mengatakan tidak ada bukti positif atau negatif yang lain bagi kami untuk menyimpulkan bahwa “e-tax” bertanggungjawab atau tidak untuk peningkatan yang utama dalam kinerja NTA?
Di tahun 2006, lebih kurang dua tahun sejak diluncurkannya “e-tax”, penambahan jumlah pajak penghasilan yang dicatat melalui “e-tax” adalah 1.057.153. Di tahun 2007, sejak tiga tahun sejak diluncurkan, angka pajak penghasilan bertambah menjadi 1,6 juta lebih. Ini merupakan langkah awal dari perbandingan yang baik dari penyebaran yang cepat melawan pemangkasan hal-hal yang kurang baik yang dilaporkan dari kenaikan sistem “e-tax” dalam e-government suatu negara seperti di Inggris (Kablenet, 2007). Meskipun begitu perlu untuk mendukung pemangkasan prosedur dari “e-tax” agar lebih efektif diberikan angka dari akses website NTA yang telah mengalami pertambahan terus-menerus, pertambahan hampir 11 juta mengunjung selama periode pajak dan melebihi angka jumlah pajak penghasilan yang dibukukan.
6.Diskusi dan Kesimpulan
6.1.E-government (teknologi yang mengagumkan)
Dalam studi kasus ini, kami menjelaskan pengalaman yang diintegrasikan (digabungkan) sistem ”e-tax” yang didesain sebagai perangkat lunak untuk proses perubahan kantor pajak nasional yang tradisional menjadi lingkungan operasional yang menarik dalam penyediaan pelayanan administrasi pajak bagi warga negara. Penggabungan sistem pengalamam sistem e-government memungkinkan proses perubahan dari NTA sebagai jaringan hubungan sharing (pertukaran) informasi organisasi semua konsultan pajak di bagian depan dan staf di bagian belakang.
6.2.Memberi kepercayaan kita mengenai kekuatan lebih dari e-government
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang mengukur pengaruh perubahan dari e-government pada kinerja dan reformasi pelayanan publik. Dalam penelitian ini, kita tidak diberi tahu pengaruh perubahan e-government pada para pembayar pajak. Sebagai contoh, kepuasan publik terhadap ”e-tax” tidak secara jelas diteliti, walaupun peningkatan ”e-tax” dari tahun 2004-2007 dapat dianggap sebagai bukti apresiasi publik terhadap layanan publik NTA yang merupakan bentuk e-government. Penelitian dimasa mendatang diperlukan untukmengatasi keterbatasan dalam penelitian ini melalui survey pada para pengguna ”e-tax” maupun pada non pengguna.
Daftar Pustaka
Ali Rokhman. “Kesiapan Pegawai Dalam Menghadapi Modernisasi: (Studi Tentang Efektivitas Pelatihan Pegawai Dirjen Pajak)”, Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN, Vol. 1. No.2, November, 2007.
Denhardt and Denhardt. 2007. The New Public Service, Serving, Not Steering, M.E. Sharpe, New York.
Dwiyanto, Agus. 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus. 2006, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dr. Gunadi. “Reformasi Administrasi Perpajakan Dalam Rangka Kontribusi Menuju Good Governance”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi No. 1/Vol. XII, Januari, 2004.
Indrajit, Richardus Eko. 2004. Electronic Government, Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital, Andi Offset, Yogyakarta.
Indrajit, Richardus Eko, dkk. 2005. e-Government In Action Ragam Kasus Implementasi Sukses Di Berbagai Belahan Dunia, Andi Offset, Yogyakarta.
Junaidi. 2005. “E-Government Dalam Bingkai Reformasi Administrasi Publik Menuju Good Governance” JKAP Vol. 9 Hal. 55-67 MAP UGM, Yogyakarta.
Kaiman Turnip. 2003. “Birokrasi Masa Depan Dengan Penggunaan Information Technology (Global Network)”, JKAP Vol. 7 No. 1, MAP UGM, Yogyakarta.
Mardiasmo. 2006. Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Andi Offset, Yogyakarta.
Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Banishing Bereaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government (alih bahasa Abdul Rosyid, Ramelan), Teruna Grafica, Jakarta.
Safri Nurmantu. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Perpajakan”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, No. 1/Vol. XV, Januari, 2007.
Subarsono. 2004. “Reposisi Lembaga Perpajakan”, JKAP Vol. 8, No. 2, MAP UGM, Yogyakarta.